Rabu, 15 Mei 2019

Biografi Syekh Ahmad Khatib Sambas


Nama Lengkapnya adalah Ahmad Khatib Sambas bin Abd al-Ghaiffar al­Sambasi al-Jawi (baca: Indonesia). la di lahirkan di kampung Dagang atau Kampung Asam, Sambas, Kalimantan Barat (Borneo) pada 1217 H/1802 M. Setelah mendapatkan pendidikan agama di kampung halamannya, ia tinggal di Mekkah pada usia 19 untuk memperdalam ilmu agama clan menetap di sana selama quartal kedua abad 21. Ia menetap di Mekkah hingga akhir hayatnya pada tahun 1289 H/1872 M. Di sana ia belajar sejumlah ilmu pengetahuan agama, termasuk sufisme. Dan ia pun herhasil mendapatkan kedudukan terhormat di antara teman-teman sezamannya hingga akhirnya ajarannya berpengaruh kuat hingga sampai ke Indonesia.

Diantara guru-gurunya antara lain ; Syaikh Daud ibn Abdullah ibn Idris al­Fatani (w. 1843), seorang ulama besar yang menetap di Mekkah, Syeikh Samsuddin, syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari (w. 1812). Bahkan ada sumber yang menyatakan bahwa beliau juga murid dari Syeikh Abd Samad al-Palembangi (w. 1800). Seluruh murid-murid Syeikh Syamsuddin memberikan penghargaan yang tinggi atas Kompetensinya serta menobatkannya sebagai Syeikh Mursyid Kamil Mukammil.

Selain yang disebutkan di atas, terdapat juga sejumlah nama yang juga menjadi guru-guru Khatib Sambas, seperti Syaikh Muhammad Salih Rays, seorang mufti bermadzhab Syafi’i, Syeikh Umar bin Abd al-Rasul al-Attar, juga mufti bermadzhab Syafi’I (w. 1249 H/833/4 M), dan Syeikh ‘Abd al-Hafiz ‘Ajami (w. 1235 H/1819/20 M). ia juga menghadiri pelajaran yang diberikan oleh Syeikh Bisri al-Jabarti, Sayyid Ahmad Marzuki, seorang mufti bermadzhab Maliki, Abd Allah (Ibnu Muhammad) al-Mirghani (w 1273 H/1856/7 M), seorang mufti bermadzhab Hanafi serta Usman ibn Hasan al-Dimyati (w 1849 M).

Dari informasi ini dapat dikctahui bahwa Syeikh Khatib Sambas telah mendalami kajian Fiqh yang dipelajarinya dari guru-guru yang representatif dari tiga madzhab besar Fiqh. Sementara, al-Attar, al-Ajami dan al-Rays juga tiga ulama yang terdaftar sebagai guru-guru sezaman Khatib Sambas, Muhammad ibnu Sanusi (w. 1859 M), pendiri tarekat Sanusiyah. Baik Muhammad Usaman al-Mirghani (pendiri tarekat Khatmiyah yang sekaligus saudara Syeikh ‘Abd Allah al-Mirghani) maupun Ahmad Khatib Sambas, keduanya juga anggota dari sejumlah tarekat yang kemudian ajaran-ajaran taraket tersebut digabungkan mcnjadi tarekat tersendiri. Dalam kasus tarekat Khatmiyah, tarekat ini penggabungan dari tarekat Naqsabandiyya, Qadiriyya, Chistiyah, Kubrawiyah dan Suhrawardiyah. Sementara dalam catatan pinggir kitab Fath al-’Ariin dinyatakan bahwa sejumlah unsur tarekat penulis kitab tersebut adalah Naqsabandiyya, Qadiriyya, al-Anfas, al-Junaid, Tarekat al-Muwafaqa serta, sebagaimana yang disebutkan sejumlah sumber, tarekat Samman juga menggabungkan seluruh aliran tarekat di atas.

Kelenturan ajaran Qadiriyya bisa disebut sebagai faktor yang memotivasi Syeikh Sambas untuk mendirikan taerkat Qadiriyya wa Naqsabandiyya. Tentu saja, dalam tradisi sufi memodifikasi ajaran tarekat bukanlah hal yang tidak biasa dilakukan. Misalnya, terdapat 29 aliran tarekat yang merupakan cabang dari tarekat Qadiriyya. Sebenarnya bisa saja Syeikh Khatib Sumbas menamakan tarekat yang didirikannya dengan Tarekat al-Sambasiyah atau al-Khaitibiyah sebagaimana kebanyakan aliran tokoh tainnya yang biasanya menamakan tarekat dengan nama pendirinya, namun Khatib Sambas justru mcmilih menamakan tarekatnya dengan Qadiriyya wa Naqsabandiyya. Disini ia lebih menekankan aspek dua aliran arekat yang dipadukannya dan lebih jauh menunjukkan bahwa tarekat yang didirikannya benar-benar asli (original).

Sementara itu, kebanyakan murid-murid Ahmad Khatib Sambas berasal dari tanah Jawa dan Madura dan merekalah yang meneruskan larekat Qadiriyya wa Naqsabandiyya ketika pulang ke Indonesia. Diantara murid-muridnya tersebut adalah ‘Abd al-Karim (Banten), Kyai Ahmad Hasbullah ibn Muhammad (Madura), Muhammad Isma’il ibn Abdurrahim (Bali), ‘Abd al-Lathif bin ‘Abd al-Qadir al­Sarawaki (Serawak), Syeikh Yasin (Kedah), Syeikh Nuruddin (Filipina), Syeikh Nur al-Din (Sambas), Syeikh ‘Abd Allah Mubarak bin Nur Muhamcnad (Tasikmalaya). Dari murid-muridnya inilah kelak ajaran tarekat Qadiriyya wa Naqsabandiyya sampai dan menyebar luas ke pelosok Nusantara.

AJARAN SYEIKH AHMAD KHATIB SAMBAS

Menurut Naguib al-Attas, Syeikh Sambas merupakan seorang Syeikh dari dua tarekat yang berbeda, tarekat Qadiriyva dan Naqsabandiyya. Karena ia sebenarnya tidak mengajarkan kedua Tarekat ini secara terpisah akan tetapi mengkombinasikan kedua ajaran tarekat tersebut sehingga dikenali sebagai aliran tarekat baru yang berrbeda baik dengan Qadiriyya maupun Naqsabandiyya. Dalam prosedur dzikir, Syeikh Sambas mengenalkan Dzikir negasi dan afirmasi (Dzikr al-Nafy wa al-Ithbat) sebagaimana yang dipraktekkan dalam tarekat Qadiriyya. Selain itu, ia juga rnelakukan sedikit perubahan dari praktek Qadiriyya pada umumnya yang diadopsinya dari konsep Naqsabandiyya tentang lima Lathaif. Sedangkan pengaruh lain dari Naqsabandiyya dapat dilihat dalam praktek visualisasi rabitha, baik sebelum rnaupun sesudah dzikir dilaksanakan. Selain itu, jika Dzikir dalam tarekat Naqsabandiyya biasanya dipraktekkan secara samar dan dalam Qadiriyya diucapkan dengan suara yang keras maka Syeikh Khatib Sambas mengajarkan kedua cara drikir ini. Demikianlah Khatib Sambas menggabungkan dua tarekat yang berbeda sehingga Akhirnya Qadiriyya dan Naqsabandiyya pun mengambil tehnik spiritual utama dari dua aliran tarekat, Qadariyah dan Naqsabandiyya.

Untuk melihat lebih jauh ajaran Ahmad Khatib Sambas maka berikut akan dikemukakan sejumlah tema-tema penting yang terdapat di dalam kitab Fath al­Arifin, sebuah kitab yang diyakini ditulis oleh Syeikh Sambas sendiri. Kitab ini sangat besar pengaruhnya di kawasan dunia Melayu dan sekaligus menjadi pedoman bagi pengikut tarekat Qadiriyya wa Naqsabandiyya di pelosok Nusantara. Adapun sejumlah tema yang diangkat oleh Syeikh Sambas dalam kitab ini antara lain ;

Prosedur Pembai’atan

Dalam prosesi pembai’atan seorang yang akan memasuki tarekat Qadariyah wa Naysabandiyya, seorang Syeikh harus membaca bacaan yang khusus bagi pengikut tarekat Qadariyya wa Naqsabandiyya. Dan diteruskan dengan membaca surah al-Fatihah yang dihadiahkan kepada Rasulullah SAW, sahabat-sahabatnya, seluruh Silsilah tarekat Qudiniyyu Qadiriyya wa Naqsabandiyya, khususnya kepada Sultan Auliya’ Syeikh Abd al-Qadir a’-Jailani dan Sayyid Tha’ifa al-Sufiyya, Syeikh Junayd al-Baghdadi. Selanjutnya Syeikh berdo’a untuk murid tersebut dengan harapan semoga sang murid mendapatkan kemudahan.

Sepuluh Latha’if (sesuatu yang Halus)

Setelah menjelaskan prosedur dan tata cara pembai’atan terhadap seseorang yang ingin memasuki Tarekat Qadiriyya wa Naqsabandiyya, Syeikh Sambas kemudian menjelaskan bahwa manusia terdiri dari sepuluh Latha’if. Lima Lalha’it yang pertama disebut sebagai alam al-amr (alam perintah). Kelima Latu’if tersebut antara lain; Lathifa al-Qalbi (halus hati), Lathifa al-Ruh (halus ruh), Lathifa al-Sirr (halus rahasia), Lathifa al-Khafi (halus rahasia) dan Lathifa ul-Akhfa (halus yang paling tersembunyi). Sementara lima Latha’if seterusnya disebut sebagai ‘alum al-­khalq (alam ciptaan) yang meliputi; Lathifa al-Nafs dan al-’anaasir al-arba’a (unsur yang empat) yakni air, udara, api dan tanah. Selanjutnya Syeikh Sambas menentukan bahwa Lathifa al-Nafs bertempat di dalam dahi dan tempurung kepala.

Tata Cara Beramal

Setetelah menjelaskan sepuluh Latha’if, Syeikh Sambas melanjutkan dengan petunjuk tata cara beramal (baca: berzikir) sebagaimana berikut ;

أستغفرالله الغفور الرحيم. اللهم صـل على سيـدنا محمد و صحبه و سلم. لا إله إلا الله

Cara membaca kalimat la ilaaha illa Allah dimulai dari menarik nafas panjang sambil membaca “لا” dari pusat ke otak. Lalu membaca “إلـه” ke arah kanan kemudian dilanjutkan dengan kalimat إلا الله ke dalam hati seraya mengingat maknanya.

Kemudian membaca لا مقصود إلا الله sambil membayangkan wajah Syeikh di hadapannya jika Syeikhnya jauh dari pandangannya akan tetapi jika dekat maka tinggal menanti limpahan saja. Inilah yang disebut dengan dzikir Nafy wa Ithbat yang dapat dilakukan baik dengan nyaring (zhihar) atau di dalam hati (sirr).

Setelah selesai berzikir diteruskan dengan membaca solawat Munjiyat sebagaimana berikut :

اللهم صـل على سيـدنا محمد صلاة تنجينا بها من حميع الأهوال و الأفات (الخ)

Kemudian diteruskan dengan membaca surah al-Fatihah yang dihadiahkan kepada Rasulullah SAW, sahabat-sahabatnya, seluruh Silsilah tarekat Qadiriyya wa Naqsabandiyya, khususnya kepada Sultan Auliya’ Syeikh Abd al-Qadir al-Jailani dan Sayyid Tha’ifa al-Sufiyya, Syeikh Junayd al-Baghdadi sebagaimana halnya ketika melakukan pembai’atan.


Muraqabah

Muraqabah al-Ahadiyah
Murayabah al-Ma’iyah
Muruqabuh al-Aqrabiyah
Muraqabah al-Muhabbati fi Da’irat Ulu;
Muraqabah al-Muhabbati fi Da’irat Tsaniyah
Muruqabah al-Mahabbut fi Qawsi
Muraqabah wilayat al-’Uly
Muruqabah Kamalut Nubuwwah
Muraqabah Kamalat Risalah
Muraqaboh Kamalat Uli al-’Azm.
Muraqabah al-Mahabbat Da’irat Khullu
Muruqabah Da’iru, Mahabbat Syarfat Hiya Haqiqat Sayyidina Musa
Muraqabah al-Zatiyah al-Mumtazijah bi Mahabbat wa Hiya Haqiqat Muhammadiya
Muraqabah Mahbubiyat as-Syarfat wa Hiya Haqiqat Ahmadiyyah
Muraqabah Hubb al-Syirf
Muraqabah La Ta’ayyun
Muraqabah Haqiqat al-Ka’bah
Muraqabah Haqiqat al-Qur’an
Muraqabah Haqiqat al-Sholat

Tidak ada komentar: