Selasa, 12 Juni 2012

Tak Jadi Mencuri Terong, Allah Malah Menganugerahkannya Istri



 Di Damaskus, ada sebuah mesjid besar, namanya mesjid Jami’ At-Taubah. Dia adalah sebuah masjid yang penuh keberkahan. Di dalamnya ada ketenangan dan keindahan. Sejak tujuh puluh tahun, di masjid itu ada seorang syeh pendidik yang alim dan mengamalkan ilmunya. Dia sangat fakir sehingga menjadi contoh dalam kefakirannya, dalam menahan diri dari meminta, dalam kemuliaan jiwanya dan dalam berkhidmat untuk kepentingan orang lain.
Saat itu ada pemuda yang bertempat di sebuah kamar dalam masjid. Sudah dua hari berlalu tanpa ada makanan yang dapat dimakannya. Dia tidak mempunyai makanan ataupun uang untuk membeli makanan. Saat datang hari ketiga dia merasa bahwa dia akan mati, lalu dia berfikir tentang apa yang akan dilakukan. Menurutnya, saat ini dia telah sampai pada kondisi terpaksa yang membolehkannya memakan bangkai atau mencuri sekadar untuk bisa menegakkan tulang punggungnya. Itulah pendapatnya pada kondisi semacam ini.
Masjid tempat dia tinggal itu, atapnya bersambung dengan atap beberapa rumah yang ada disampingnya. Hal ini memungkinkan sesorang pindah dari rumah pertama sampai terakhir dengan berjalan diatas atap rumah-rumah tersebut. Maka, dia pun naik ke atas atap masjid dan dari situ dia pindah kerumah sebelah. Di situ dia melihat orang-orang wanita, maka dia memalingkan pandangannya dan menjauh dari rumah itu. Lalu dia lihat rumah yang di sebelahnya lagi. Keadaannya sedang sepi dan dia mencium ada bau masakan berasal dari rumah itu. Rasa laparnya bangkit, seolah-olah bau masakan tersebut magnet yang menariknya.
Rumah-rumah dimasa itu banyak dibangun dengan satu lantai, maka dia melompat dari atap ke dalam serambi. Dalam sekejap dia sudah berada di dalam rumah dan dengan cepat dia masuk ke dapur lalu mengangkat tutup panci yang ada disitu. Dilihatnya sebuah terong besar dan sudah dimasak. Lalu dia ambil satu, karena rasa laparnya dia tidak lagi merasakan panasnya, digigitlah terong yang ada ditangannya dan saat itu dia mengunyah dan hendak menelannya, dia ingat dan timbul lagi kesadaran beragamanya. Langsung dia berkata, ‘A’udzu billah! Aku adalah penuntut ilmu dan tinggal di mesjid , pantaskah aku masuk kerumah orang dan mencuri barang yang ada di dalamnya?’ Dia merasa bahwa ini adalah kesalahan besar, lalu dia menyesal dan beristigfar kepada Allah, kemudian mengembalikan lagi terong yang ada ditangannya. Akhirnya dia pulang kembali ketempat semula. Lalu ia masuk kedalam masjid dan mendengarkan syeh yang saat itu sedang mengajar. Karena terlalu lapar dia tidak dapat memahami apa yang dia dengar.
Ketika majlis itu selesai dan orang-orang sudah pulang, datanglah seorang perempuan yang menutup tubuhnya dengan hijab -saat itu memang tidak ada perempuan kecuali dia memakai hijab-, kemudian perempuan itu berbicara dengan syeh. Sang pemuda tidak bisa mendengar apa yang sedang dibicarakannya. Akan tetapi, secara tiba-tiba syeh itu melihat ke sekelilingnya. Tak tampak olehnya kecuali pemuda itu, dipanggillah ia dan syeh itu bertanya, ‘Apakah kamu sudah menikah?’, dijawab, ‘Belum,’. Syeh itu bertanya lagi, ‘Apakah kau ingin menikah?’. Pemuda itu diam. Syeh mengulangi lagi pertanyaannya. Akhirnya pemuda itu angkat bicara, ‘Ya Syeh, demi Allah! Aku tidak punya uang untuk membeli roti, bagaimana aku akan menikah?’. Syeh itu menjawab, ‘Wanita ini datang membawa khabar, bahwa suaminya telah meninggal dan dia adalah orang asing di kota ini. Di sini bahkan di dunia ini dia tidak mempunyai siapa-siapa kecuali seorang paman yang sudah tua dan miskin’, kata syeh itu sambil menunjuk seorang laki-laki yang duduk di pojokan. Syeh itu melanjutkan pembicaraannya, ‘Dan wanita ini telah mewarisi rumah suaminya dan hasil penghidupannya. Sekarang, dia ingin seorang laki-laki yang mau menikahinya, agar dia tidak sendirian dan mungkin diganggu orang. Maukah kau menikah dengannya? Pemuda itu menjawab ‘Ya’. Kemudian Syeh bertanya kepada wanita itu, ‘Apakah engkau mau menerimanya sebagai suamimu?’, ia menjawab ‘Ya’. Maka Syeh itu mendatangkan pamannya dan dua orang saksi kemudian melangsungkan akad nikah dan membayarkan mahar untuk muridnya itu. Kemudian syeh itu berkata, ‘peganglah tangan isterimu!’ Dipeganglah tangan isterinya dan sang isteri membawanya kerumahnya. Setelah keduanya masuk kedalam rumah, sang isteri membuka kain yang menutupi wajahnya. Tampaklah oleh pemuda itu, bahwa dia adalah seorang wanita yang masih muda dan cantik. Rupanya pemuda itu sadar bahwa rumah itu adalah rumah yang tadi telah ia masuki.
Sang isteri bertanya, ‘Kau ingin makan?’ ‘Ya’ jawabnya. Lalu dia membuka tutup panci didapurnya. Saat melihat buah terong didalamnya dia berkata: ‘heran siapa yang masuk kerumah dan menggigit terong ini?!’. Maka pemuda itu menangis dan menceritakan kisahnya. Isterinya berkomentar, ‘Ini adalah buah dari sifat amanah, kau jaga kehormatanmu dan kau tinggalkan terong yang haram itu, lalu Allah berikan rumah ini semuanya berikut pemiliknya dalam keadaan halal. Barang siapa yang meninggalkan sesuatu ikhlas karena Allah, maka akan Allah ganti dengan yang lebih baik dari itu.
Wallahu a’lam

Kisah ini juga dikisahkan oleh Syaikh Ali ath Thanthawi, seperti yang tertera di dalam buku “90 Kisah Malam Pertama”, Penerbit Darul Haq.
........................................................

ADITYA RIZA PRADANA

BRAHUL DOT COM

ASSHIDDIQIYAH 06 SERPONG

Griya Suradita Indah

MALAM PUNCAK HUT RI KE-73 ( GSI RT 08 )

Murottal Al Quran Ali Abdur-Rahman al-Huthaify

aditya riza pradana

Gepeng Tea

Album Sings Legends 2016

LUCU DOT COM

Dangdut Sings Legends

Favorit


Z@bidin Tea

weep and repent
















Dosa akan menghancurkan seorang hamba yang mana ia sangat membutuhkan keselamatan! Untuk itulah sangat pantas bagi orang yang mengetahui bahaya sebuah dosa, untuk menangis dan bertaubat, atau takut akan akibat yang ditimbulkanya.

 Dari Uqbah Ibn Amir RA berkata,” Aku bertanya kepada Rasullah tentang keselamatan.” Beliau pun menjawab, “Jagalah lisanmu, menetaplah dirumahmu (tatkala terjadi fitnah atau kemungkaran merajalela), dan menangislah atas dosa-dosamu.”[1]

 Abdurrahman Ibn Abdullah Ibn Mas`ud berkata bahwa Ayahnya berkata kepadanya, “Takutlah terhadap Tuhanmu, menetaplah dirumahmu, kuasailah lidahmu, dan menangislah dengan mengingat dosa-dosamu.”[2]

ãAlqomah Ibn Martsad berkisah, “Sifat zuhud bermuara pada delapan orang Tabi`in, salah satunya adalah al-Aswad Ibn Yazid. Dia adalah seorang yang tekun beribadah, dan berpuasa sampai-sampai wajahnya kelihatan menghijau dan menguning. Alqomah Ibn Qais bertanya kepadanya, “Untuk apakah penderitaan ini?” Ia menjawab, "Aku ingin mengistirahatkan jasad ini  (dari siksa akhirat), sesungguhnya akhirat membutuhkan kesungguhan."

Ketika sedang sakaratul maut ia menangis, maka ia ditanya: "Mengapa kamu takut?" ia menjawab: “Bagaimana aku tidak takut! Lalu siapakah yang berhak dariku akan hal itu?! Demi Allah, kalau sekiranya aku dianugerahi ampunan dari Allah AWJ, niscaya rasa malu akan menggelayutiku, akibat dari perbuatanku! Sesungguhnya seorang yang berbuat kesalahan kepada seseorang, lalu orang tersebut memaafkanya, maka laki-laki itu akan sesenantiasa merasa malu pada orang yang memaafkanya.”

ãMasma` Ibn Ashim bercerita, “Aku dan Abdul Aziz Ibn Sulaiman berangkat menemui Nasyirah Ibn Sa`id al-Hanafi, Dia selau menangis hingga matanya tak dapat melihat lagi. Kami meminta izin kepadanya dan iapun mengizinkan kami, lalu kami memasuki rumahnya. Abdul Aziz memberi salam kepadanya. Nasyarah berkata, “Abu Muhammad?” (bertanya untuk memastikan). Abdul Aziz, menjawab, “Iya benar.” Nasyirah bertanya, “Apakah tujuan anda datang kemari?” Abdul Aziz menjawab, “Kami datang untuk mendengarkanmu menangis, agar kami menangis bersamamu, atas dosa-dosa yang telah lampau.” Kemudian merekapun menangis ketika aku melihat air mata sudah membanjir, akupun memisahkan diri, lalu pergi keluar.”

Salamah Ibn Sa’id bercerita bahwa pada suatu hari Ziyad tertawa sehingga suaranya terdengar melengking.” Lalu ia berucap, “Astaghfirullah!” dan iapun menangis dengan sangat keras. Setelah majlis tersebut bubar, teman-temanya berkata, “Kami tidak pernah melihat -semoga Allah memberi kemashalatan kepada tuan- suatu tangisan akibat dari tertawa, secepat tangisanmu yang kemarin!” Ziyad berkata, “Demi Allah, sesungguhnya pada saat itu aku terkenang suatu dosa yang pernah aku perbuat, dan aku sangat menikmatinya!, tapi kemudian aku mengingatnya maka akupun menangis karena takut akan akibat buruknya,” lalu iapun menagis lagi.”

Muhammad Ibn Rayyah Al-Qaisiy -seorang kerabat Rayyah al-Qaisiy. Berkata, “Tatkala aku masuk masjid, aku mendapati Rayyah menangis. Ketika aku memasuki rumahnya ia dalam keadaan menangis dan ketika aku menemuinya di padang pasir, diapun menangis. Maka pada suatu kali aku bertanya kepadanya, “Apakah sepanjang waaktumu hanya untuk bersedih,?!” Rayyah pun menangis, lalu berkata, “Ini adalah sesuatu yang sangat pantas dilakukan oleh orang-orang yang berbuat dosa dan tertimpa kesusahan (akibat maksiat).”

Musa Ibn Isa al-Absi menuturkan, “Hudzaifah al-Mar`asyi memandangi seorang laki-laki yang sedang menangis. Hudzaifah bertanya, “Apakah gerangan yang menyebabkanmu menangis, wahai pemuda?!”

“Aku terkenang dosa-dosaku yang telah aku perbuat.” Jawab pemuda tersebut Kemudian Hudzaifiah ikut menangis, lalu berguman, “Benar! Wahai saudaraku! Untuk perbuatan dosalah kita patut menangis.”

Abdullah Ibn Musa al-Absi bercerita, “Pada suatu hari kami berada (dimajlis) al-Hasan Ibn Shalih. Dia menyebutkan suatu perkara yang kemudian membuat hati terenyuh. Maka menangislah salah seorang jama'ah dan suaranya pun meninggi dan tangisanya semakin melengkung. Lantas ada seorang berkata, “Benar, wahai saudaraku! Menagislah seperti ini atas apa yang menimpa dirimu (dari dosa). Tidak akan ada kebaikan bagi orang yang tidak menyayangi dirinya sendiri?! Ubaidullah berkata, “Setelah peristiwa itu, aku sering mendengar al-Hasan mengulang-ulang kalimat, “Tidak akan pernah memperoleh kebaikan, orang yang tidak menyayangi diriya?!”

Qais Ibn Sulaim al-Anbariy berkata, “Tersebutlah bahwa adh-Dhahhak Ibn Muzahim menangis apabila senja menjelang. Diapun ditanya, “Apakah gerangan yang menyebabkan anda menangis.” Adh-Dhahhak menjawab, ‘Aku tidak tahu, amalanku yang mana (yang baik atau yang buruk) yang diangkat pada hari ini`.”

Zuhair Ibn Nu`aim as-Saluliy menuturkan, “Tersebutlah seorang laki-laki dari kabilah bal`anbar yang gemar menangis. Anda tidak akan pernah mendapatinya berhenti menangis. (hal ini) menyebabkan salah seorang dari kaumnya menegur apa yang ia perbuat seraya berkata, “Mengapa engkau menangis berkepanjangan seperti ini, semoga Allah merahmatimu,?” pemuda itu kembali menangis, kemudian bersenandung,”

Aku menangisi dosa-dosaku yang begitu besar
Memang para pendosa lebih pantas untuk menangis
Andaikata tangisan itu dapat menolak kegalaunku
Niscaya darah akan menyertai air mata kebahagiaan.
Abu Mihraz menuturkan bahwa Abu Imran al-Jauniy pernah berkata, “menangislah, maka kamu akan selamat.”

Thalhah Ibn Musharrif bercerita, “Ada seorang orang yang pernah melakukan banyak dosa. Setiap kali ia mengingat dosa-dosanya iapun menangis. Maka salah satu budaknya berkata, “Jika demikian cara anda menyesali dosa (yaitu menangis terus menerus) niscaya suatu saat nanti saya akan menuntun andaa yang menjadi buta (karena keseringan menangis)."

Sa`id Ibn Abdurrahman an-Nashibiy berkata, “Abu Sulaiman al-Labban adalah seorang yang menghabiskan sebagian besaar waktunya dengan menangis. Pada suatu hari aku mendengar dia berguman, dan perkataan yang paling sering ia ulang-ulang adalah, “Tangisilah dosa-dosa (yang telah anda perbuat) sebelum datang hari penyesalan, kosongkanlah hati, kecuali dengan kesibukan untuk menghitung dosa!!” Diapun menangis sambil berkata, “Kami mendapati Allah sebagai Penolong Yang Maha Mulia bagi hamba yang sangat keji!!
Muhammad Ibn al-Husain bertutur, “Pada pertengahan malam, aku mendengar Abu Ja’far al-Qori` menangis, sembari bersyair, “

Bersungguh-sungguhlah dalam menangisi dosa-dosamu sepanjang masa Karena tangisan itu pegangan orang-orang yang sedih
Kenanglah selalu dosamu sepanjang hari
Karena dosa-dosa itu selalu mengeliingi setiap insan.’

Lalu dia menangis sangat keras sekali. Dan iapun terus mengulang-ulang syair tersebut.”

Bahr Abu Yahya berkata, “Aku mendengar salah seorang ahli ibadah mengatakan, “Menangislah! Bagi siapa saja yang mengetahui bahwa dia tidak akan selamat, melainkan dengan terus bersedih dan menangis.” Lalu ia bersenandung, “

Barangsiapa mengalirkan air matanya karena dunia,
(Ketahuilah) sesungguhnya kami mengucurkan air mata karena menangis sebagai pengakuan atas dosa-dosa kami.

Ibnu Hayyan menuturkan, “Aku telah mendengar Shalih al-Mirriy mengucapkan, “Jika anda tidak menangis atas dosa-dosa anda maka siapakah yang akan menangisi dosa-dosa itu sepeninggal anda?!” Lalu Shalih pun menangis dan berkata lagi, “Wahai saudara-saudaraku! Menangislah atas dosa-dosa! Sesungguhnya dosa-dosa itu jika telah mengotori hati, hingga hati itu tertutupi, maka tak satupun dari petuah-petuah yang akan melekat dihati.”

Imam Ibn al-Faradhi bersenandung, menyeru kepada Allah , “

Seorang tawanan dosa-dosa berdiri mengharap di depan gerbang-Mu
Dengan perasaan takut dan cemas atas segala sesuatu (dosa) yang Engkau lebih mengetahuinya.
Dia takut atas dosa-dosanya yang tidak akan hilang dari pantauan-Mu.
Dia megharapkan ampunan-Mu dengan penuh harap dan cemas.
Siapakah tempat berharap dan takut selai diri-Mu
Yang tidak akan pernah keliru dalam memutuskan hukuman.
Wahai Tuhanku! Janganlah Engkau membuatku bersedih dengan catatan-catatanku.
Pada hari perhitungan, di saat lembaran-lembaran amal dihamparan (dibuka).

‘Athiyah al-Aufi berkata, “Telah sampai padaku sebuah riwayat bahwa barangsiap menangis atas kesalahan-kesalahannya, maka itu akan menghapus kesalahan-kesalahannya.”

Malik Ibn Dinar berkata, “Menangis atas dosa-dosa, itu akan menghapuskannya, seperti angin yang menerbangkan dedaunan yang kering!”



________________________________________
[1] HR. Turmudzi, ia berkata,” Hadist Hasan” dan dinisbatkan oleh Al-Abani.
[2] HR. Ibnu Majah


ADITYA RIZA PRADANA

BRAHUL DOT COM

ASSHIDDIQIYAH 06 SERPONG

Griya Suradita Indah

MALAM PUNCAK HUT RI KE-73 ( GSI RT 08 )

Murottal Al Quran Ali Abdur-Rahman al-Huthaify

aditya riza pradana

Gepeng Tea

Album Sings Legends 2016

LUCU DOT COM

Dangdut Sings Legends

Favorit