وَاعْبُدُوا
اللَّهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي
الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ
الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ
أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالا فَخُورًا
“Dan sembahlah Allah, dan
janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan susuatu pun, dan berbuat baiklah pada
ibu-bapak, kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat
dan tetangga yang jauh, teman sejawat, orang-orang yang sedang dalam
perjalanan, dan budak-budak kamu. Sesungguhnya Allah tidak suka pada
orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Q.S. An-Nisa: 36)
Sempitnya wawasan sangat
berperan dalam terciptanya penyakit yang satu ini. “Bagai katak dalam
tempurung” adalah ungkapan yang tepat untuk menggambarkan manusia yang pongah
dan mengagumi diri sendiri.
Sikap arogan dapat menutup
mata hati dalam menerima yang haq. Kesombongan menjadikan manusia ingkar
terhadap kebenaran --walau berasal dari penciptanya sekalipun--, hingga Allah
mengunci mati hati mereka. Kalau kita membuka lembaran kitab suci Al Qur’an,
akan kita dapati kisah salah satu makhluk Allah yang diberi gelar iblis. Ia
membangkang perintah Allah untuk bersujud kepada Adam.
Hal itu dilakukannya tiada
lain karena sifat congkak dan takabur. Iblis merasa lebih baik daripada Adam,
lebih mulia, lebih dahulu diciptakan, lebih…, lebih…, dan lebih. Itulah yang
menyebabkannya enggan melaksanakan perintah Allah. “Allah berfirman,
قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلا تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ قَالَ
أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ
Allah berfirman: "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada
Adam) di waktu aku menyuruhmu?" Menjawab iblis "Saya lebih baik
daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang Dia Engkau ciptakan dari
tanah". (QS.Al A’raf :12)
Manusia diperintahkan untuk melakukan segala sesuatu sebaik mungkin,
berbuat yang terbaik. Sudah sepantasnya bila seorang muslim selalu ingin
berbuat lebih baik daripada yang dilakukan orang lain karena Islam memang
mengajarkan demikian (fastabiqul khairat).
Berbuat lebih baik atau bahkan menjadi yang terbaik tidaklah sama dengan
merasa lebih baik atau merasa paling baik. Keduanya sangatlah berlawanan.
Idealnya, bisa menjadi yang terbaik tanpa merasa lebih daripada yang lain.
Ketika perasaan “lebih” telah hinggap dalam diri manusia, tak dapat
dipungkiri benih-benih keangkuhan mulai mengembang. Perasaan “lebih” ini dapat
menghinggapi siapapun, tanpa kecuali. Anak, orang tua, dosen, karyawan,
pejabat, atau siapapun itu, semuanya rentan terjangkit virus “merasa lebih”
ini.
Singkat kata, apapun predikat yang disandangnya, anak adam tak kan lepas
dari incaran penyakit hati yang satu ini. Ujung dari perasaan “lebih” adalah
kesombongan yang apabila terus dipupuk dan tidak segera diobati dapat
menyebabkan hati terkunci, akal terbelenggu, tak mau dan tak dapat menerima
kebenaran.
Saran dan kritik yang ditujukan padanya dianggap angin lalu karena merasa
dirinyalah yang paling pintar, paling benar. Lebih jauh lagi, masukan dan saran
dipersepsikan sedemikian rupa sehingga kritikan akan dianggap sebagai upaya
untuk mempermalukan dan menjatuhkan dirinya.
Seorang anak yang sudah merasa lebih pandai daripada orang tuanya akan
bersikap cuek terhadap nasihat yang diberikan ibu-bapaknya. Apatah lagi yang
namanya tatakrama, entah pada nomor urut berapa ia simpan dalam memorinya.
Padahal, Islam jelas-jelas memberikan peringatan kepada anak untuk
memperlakukan orang tua dengan baik. Begitu pula sebaliknya, orang tua yang
memupuk sifat “merasa lebih” akan selalu bertindak sekehendak hatinya tanpa
mempedulikan saran atau masukan dari anaknya.
Pada saat anak memberikan pendapatnya, tak jarang orang tua menepis argumen
si anak dengan sindiran, “Bapakmu ini sudah lebih dulu makan garam” atau dengan
ungkapan yang lebih menyakitkan, “Anak kemarin sore”, “bau kencur”, dan
segudang stigma lainnya yang menggambarkan sikap apriori orang tua terhadap
anak.
Seorang dosen yang telah dihinggapi benih-benih arogansi, tak kan sudi
mendengarkan kritikan dari murid-muridnya. Ia merasa ilmunya sudah sangat
mumpuni, mustahil murid-muridnya bisa berpendapat lebih baik daripada dirinya.
Seorang karyawan yang tidak segera membunuh sifat merasa lebih baik, virus
arogansi akan sangat cepat menyebar dalam hati dan kepalanya. Ia akan bersikap
angkuh, menganggap rekan kerjanya tak dapat diandalkan, merasa dirinya sendiri
yang profesional dan intelek, sementara yang lain tak mampu, bodoh, dan malas.
Tak sedikitpun sisi positif (dari rekan-rekan kerjanya) tampak dalam
pandangannya, semuanya dinilai negatif, sehingga api keangkuhan semakin membara
dalam dirinya. Lebih jauh lagi, mental penjilat dan mencari muka akan berakar
pula dalam hatinya sebagai efek dari virus arogansi yang semakin merajalela
karena tak ada upaya melenyapkannya.
Begitu pula halnya dengan pejabat. Seorang pejabat yang merasa dirinya paling
baik, tidak akan mempan dengan kritik ataupun saran. Semua masukan dianggapnya
buruk, kuno, dan tidak bermutu. Kritikan pun selalu dipersepsikan dengan
tafsiran yang tidak pada tempatnya.
Begitulah, bila perasaan lebih baik ataupun perasaan paling baik telah
mendominasi hati kita. Kita tak kan lagi peka terhadap pendapat teman kita, tak
kan lagi senang bila diingatkan sahabat kita, malahan akan sangat muak bila
menerima masukan, dari orang yang kita cintai sekalipun.
Ingatkah kisah Fir’aun? Konon, awalnya tidak se-nista itu. Tetapi kemudian,
kekuasaan yang ia pegang menjadi pupuk penyubur virus arogansi yang menyusupi
hatinya. Singkat cerita, secara cepat virus tersebut tak lagi memberikan ruang
di hatinya selain untuk keangkuhan, sehingga dengan penuh “percaya diri” ia
memproklamasikan dirinya sebagai Tuhan.
Bila benih arogansi tidak secepatnya kita hapuskan, yakinlah keangkuhan
akan semakin tumbuh subur dalam hati. Cahaya kebenaran akan semakin memudar,
buram, dan untuk selanjutnya tak setitikpun cahaya dapat memasuki hati manusia
yang selalu memupuk kepongahannya. Imbas dari keangkuhan itu akan sangat luas,
baik terhadap kehidupan pribadi ataupun kemasyarakatan, dan tentunya terhadap
hubungan kita dengan Allah, seperti terungkap dalam Surat Luqman ayat ke-18,
وَلا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلا تَمْشِ فِي الأرْضِ
مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
“dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan
janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.”
Betapa besar kebencian Allah pada orang-orang yang angkuh, sehingga Allah
menjanjikan kepada mereka neraka jahannam sebagai tempat kembalinya.
فَادْخُلُوا أَبْوَابَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا
فَلَبِئْسَ مَثْوَى الْمُتَكَبِّرِينَ
“Maka masukilah pintu-pintu jahannam, kekal di dalamnya. Maka itulah
seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang sombong.” (Q.S. An-Nahl: 29).
Sungguh bijak bila kita selalu menyempatkan diri untuk merenungkan betapa
dahsyatnya kehinaan yang akan ditimpakan Allah pada makhluknya yang pongah dan
selalu membangga-banggakan diri. Ya, merenungi kehinaan yang akan ditimpakan
pada orang-orang angkuh tampaknya sudah harus dijadikan kebutuhan dalam
mengarungi samudra kehidupan.
Pada saat-saat tertentu, ketika sukses berada dalam genggaman, ketika
posisi menguntungkan, ketika mendapatkan kepercayaan, ketika banyak orang
memuji dan menyanjung, tanpa terasa perasaan “lebih” mulai merasuki hati dan
pikiran kita, sehingga virus arogansi secepat kilat akan meracuni tingkah polah
kita.
Tanpa terasa pula sikap kita semakin jauh dari akhlak al karimah (akhlak
yang terpuji) karena dominasi kepongahan yang dari detik ke detik semakin
bertambah besar dan kokoh mendiami hati kita.
Masya Allah
.....................
Oleh: A. Ramdan Ghazali
Rubrik Cermin Majalah PI (Des-2000)
ADITYA RIZA PRADANA
BRAHUL DOT COM
ASSHIDDIQIYAH 06 SERPONG
Griya Suradita Indah
MALAM PUNCAK HUT RI KE-73 ( GSI RT 08 )
Murottal Al Quran Ali Abdur-Rahman al-Huthaify
aditya riza pradana
Gepeng Tea
Album Sings Legends 2016
LUCU DOT COM
Dangdut Sings Legends
Favorit
5_2016
adit-rakhilalya.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar