Minggu, 01 April 2012

Gubernur Dan Wanita jelata


Seorang gubernur  pada zaman khalifah Al-Mahdi, paa suatu hari mengumpulkan sejumlah tetangganya dan menaburkan uang dinar dihadapan mereka. Semuanya saling brebut memunguti uang itu dengan suka cita. Kecuali seorang wanita kumal, berkulit hitam dan berwajah jelek. Ia diam saja tidak bergerak, sambil memandangi para tetangganya yang sebenarnya lebih kayadari pada dirinya, tetapi berbuat seolah-olah mereka orang-orang yang kekurangan harta. Dengan keheranan sang gubernur bertanya, “ mengapa engkau tidak ikut memungut uang dinar itu seperti tetangga engkau ?”
Janda mermuka buruk itu menjawab, “ Sebab yang mereka cari uang dinar sebagai bekal dunia, sedangkan  yang saya perlukanbukan dinar melainkan bekal akhirat. “ Maksud engkau?” Tanya sang gubernur mulai tertarik akan kepribadian perrempuan itu.
“ Maksud saya uang dunia sudah cukup, yang masih saya perlukan adlah bekal akhirat, yaitu sholat, puasa dan zikir. Sebab perjalanan di dunia amat pendek di bandingkan pengembaraan di akhirat yang panjang dan kekal. “
Dengan jawaban seperti itu, sang gubernur merasa telah di sindir tajam. Ia insyaf, dirinya selama ini hanya sibukmengumpulkan harta benda dan melalaikan kewajiban agamanya. Padahal kekayaannya melimpah ruah, yakan habis dimakan sampai tujuh keturunan. Sedangkan umurnya sudah dia atas setengah abad , dan malaikat maut sudah mengintainya.
Akhirnya sang  gubernur jatuh cinta kepada perempuan lusuh yang berparas jelek itu. Kabar itu tersebar ke segenap pelosok negeri. Ornag –orang besar tak habis fikir, bagaimana seorang gubernur menaruh hati kepadaperempuan jelata yang bertampang jelek itu.
Maka pada suatu kesempatan, di undanglah mereka oleh gubernur dalam suatu pesta mewah, juga para tetangga, termasuk wanita yang membuat heboh tadi. Kepada mereka di berikan gelas crystal yang bertahtakan permata, berisi cairan anggur segar. Gunernur lantas memerintahkan agar mereka membanting gelas masing-masing. Semuanya terbengong dan tidak ada yang mau menuruti perintah itu. Namun tiba-tiba terdengar bunyi berdenting, pertanda ada orang gila yang melaksanakan perintah itu. Itulah si  perempuan yang berwajah buruk tadi. Di kakinya pecahan gelas berhamburan sampai semua orang tampak terkejut dan keheranan.
Gebernur lalau bertanya, “Mengapa kau banting gelas itu?” Tanpa takut wanita itu menjawab, “ Ada berapa sebab. Pertama, dengan memecahkan gelas ini berarti berkurang kekayaan tuan. Tetapi, menurut saya lebih baik dari pada wibawa tuan berkurang lantaran perintah tuan tidak di patuhi,” Gubernur terkesima. Para tamunya  juga  kagum akan jawaban yang masuk akal itu.
Sebab lainny?” atanya gubernur. Wanita itu menjawab, Kedua, saya hanya menaati perintah allah. Sebab di dalam Al-quran, allah memerintahkan agar kita mematuhi allah, Utusannya, dan para penguasa. Sedang tuan adalah penguasa, atau ulil amri, maka dengan segala resikonya saya laksanakan perintah tuan. “ Gubernur kian tajub, demikian pula para tamunya.
“ Masih ada sebab lain?”
Perempuan itu mengangguk dan berkata, ketiga, denagn saya memecahkan gelas itu, orang-orang akan menganggap saya gila. Namun, hal itu lebih baik buat saya. Biarlah saya di cap gila dari padatidak melakukan perintah gebernurnya, yang berarti saya sudah berbuat durhaka. Tuduhan saya gila, akan saya terima  denga lpang dada dari pada saya di tuduh durhaka pada penguasa saya. Itu  lebih berat buat saya.”
 Maka ketika gubernur yang telah di tinggal mati oleh istrinya itu melamar, lalu menikahi perempuan bertampang jelek dan hitam legam itu, semua yang mendengar bahkan berbalik sangka gembira karena gubernur memperoleh jodoh seorang wanita yang tiak saja taat pada suami, tetapi juga taat kepada tuhannya, kepada nabinya, dan kepada pemimpinnya.
……..               ……
…….Z@Bidin......

Jumat, 30 Maret 2012

Kata-kata HIkmah


Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, seseorang tidak beriman hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.

Nabi Muhammad SAW

Jauhilah dengki, karena dengki memakan amal kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar.

Nabi Muhammad SAW

Yang terbaik di antara kalian adalah mereka yang berakhlak paling mulia.

Nabi Muhammad SAW

Allah tidak melihat bentuk rupa dan harta benda kalian, tapi Dia melihat hati dan amal kalian.

Nabi Muhammad SAW

Kecintaan kepada Allah melingkupi hati, kecintaan ini membimbing hati dan bahkan merambah ke segala hal.

Imam Al Ghazali

Raihlah ilmu, dan untuk meraih ilmu belajarlah untuk tenang dan sabar.

Khalifah ‘Umar

Setiap orang di dunia ini adalah seorang tamu, dan uangnya adalah pinjaman. Tamu itu pastilah akan pergi, cepat atau lambat, dan pinjaman itu haruslah dikembalikan.

Ibnu Mas’ud

Ketahuilah bahwa sabar, jika dipandang dalam permasalahan seseorang adalah ibarat kepala dari suatu tubuh. Jika kepalanya hilang maka keseluruhan tubuh itu akan membusuk. Sama halnya, jika kesabaran hilang, maka seluruh permasalahan akan rusak.

Khalifah ‘Ali

Sabar memiliki dua sisi, sisi yang satu adalah sabar, sisi yang lain adalah bersyukur kepada Allah.

Ibnu Mas’ud

Takutlah kamu akan perbuatan dosa di saat sendirian, di saat inilah saksimu adalah juga hakimmu.

Khalifah ‘Ali

Orang yang paling aku sukai adalah dia yang menunjukkan kesalahanku.

Khalifah ‘Umar

Niat adalah ukuran dalam menilai benarnya suatu perbuatan, oleh karenanya, ketika niatnya benar, maka perbuatan itu benar, dan jika niatnya buruk, maka perbuatan itu buruk.

Imam An Nawawi

Aku mengamati semua sahabat, dan tidak menemukan sahabat yang lebih baik daripada menjaga lidah. Saya memikirkan tentang semua pakaian, tetapi tidak menemukan pakaian yang lebih baik daripada takwa. Aku merenungkan tentang segala jenis amal baik, namun tidak mendapatkan yang lebih baik daripada memberi nasihat baik. Aku mencari segala bentuk rezki, tapi tidak menemukan rezki yang lebih baik daripada sabar.

Khalifah ‘Umar

Dia yang menciptakan mata nyamuk adalah Dzat yang menciptakan matahari.

Bediuzzaman Said Nursi

Penderitaan jiwa mengarahkan keburukan. Putus asa adalah sumber kesesatan; dan kegelapan hati, pangkal penderitaan jiwa.

Bediuzzaman Said Nursi

Kebersamaan dalam suatu masyarakat menghasilkan ketenangan dalam segala kegiatan masyarakat itu, sedangkan saling bermusuhan menyebabkan seluruh kegiatan itu mandeg.

Bediuzzaman Said Nursi

Menghidupkan kembali agama berarti menghidupkan suatu bangsa. Hidupnya agama berarti cahaya kehidupan.

Bediuzzaman Said Nursi

Seseorang yang melihat kebaikan dalam berbagai hal berarti memiliki pikiran yang baik. Dan seseoran yang memiliki pikiran yang baik mendapatkan kenikmatan dari hidup.

Bediuzzaman Said Nur

 Bekerjalah untuk duniamu seakan akan kamu akan hidup selamanya, dan beribadahlah untuk akhiratmu seakan akan kamu akan mati besok  ( Al Hadist )

Tangan diatas  lebih baik dari tangan dibawah ( Al Hadist)

Memikul kayu bakar lebih mulia daripada mengemis ( Al Hadist)
  

Kamis, 29 Maret 2012

Ingin Berada Di Antara Mereka


Jika derita akan menjadi masa lalu pada akhirnya, mengapa mesti di jalani dengan sepedih rasa, sedang ketegaran akan lebih indah di kenanng nanti.

Jika kesedihan akan menjadi masa lalu pada akhirnya, mengapa tidak di nikmati saja,
Sedang ratap tangis takan mengubah apa-apa.

Jika luka dan kecewa akan menjadi masa lalu pada akhirnya, mengapa mesti di biarkan meracuni jiwa.
Sedang ketabahan dan kesabaran adalah lebih utama.

Jika kebencian dan kemarahan akan menjadi masa lalu pada akhirnya, mengapa mesti di umbar sepuas jiwa.
Sedang menahan diri adalah lebih berpahala.

Jika kesalahan akan menjadi masa lalu pada akhirnya, mengapa mesti tengelam di dalamnya, sedang taubat itu lebih utama.

Jika harta akan menjadi masa lalu pada akhirnya, mengapa mesti ingin di kukuhi sendiri,
Sedang kedermawanan justru akan melipat gandakannya.

Jika kepandaian akan menjadi masa lalu pada akhirnya, mengapa mesti membusung dada dan membuat kerusakan di dunia,  Sedang dengannya  manusia diminta memimpin dunia agar sejahtera.

Jika cinta akan menjadi masa lalu pada akhirnya, mengapa mesti ingin memiliki dan selalu bersama,  Sedang memberi akan lebih banyak menuai arti.

Jika bahagia akan menjadi masa lalu pada akhirnya, mengapa mesti di rasakan sendiri,
Sedang berbagi akan membuatnya lebih bermakna.

Jika hidup akan menjadi masa lalu pada akhirnya, mengapa mesti di isi dengan kesia-siaan belaka,  sedang begitu banyak kebaikan bisa di ciptakan.

Suatu hari nanti saat semua telah menjadi masa lalu, aku ingin ada di antara mereka yang duduk di atas permadani. Sambil bercengkerama dan bercerita tentang apa yang telah di lakukannya di masa lalu  hingga mereka mendapatkan anugerah itu.
……………..
Z@Bidintea

Sabtu, 24 Maret 2012

Imam Nawawi

ADITYA RIZA PRADANA

BRAHUL DOT COM

ASSHIDDIQIYAH 06 SERPONG

Griya Suradita Indah

MALAM PUNCAK HUT RI KE-73 ( GSI RT 08 )

Murottal Al Quran Ali Abdur-Rahman al-Huthaify

aditya riza pradana

Gepeng Tea

Album Sings Legends 2016

LUCU DOT COM

Dangdut Sings Legends

Favorit

"Sholatun Bissalamil Mubin"

 
Ahsyan Rakhil Pasha
"Sholatun Bissalamil Mubin"

ADITYA RIZA PRADANA

BRAHUL DOT COM

ASSHIDDIQIYAH 06 SERPONG

Griya Suradita Indah

MALAM PUNCAK HUT RI KE-73 ( GSI RT 08 )

Murottal Al Quran Ali Abdur-Rahman al-Huthaify

aditya riza pradana

Gepeng Tea

Album Sings Legends 2016

LUCU DOT COM

Dangdut Sings Legends

Favorit


Birrul Walidain Lebih Baik Daripada Jihad Fisabilillah


 Ketika Rasulullah SAW ditanya tentang amalan apakah yang paling disukai oleh Allah SWT, Beliau menjawab: “Sholat pada waktunya.” Kemudian apa lagi yaa Rasulullah?, Beliau menjawab: “Birrul walidain.” Kemudian apalagi yaa Rasulullah?, Beliau menjawab: “Jihad fisabilillah.”

  Kalau kita mau memperhatikan hadits ini dengan cermat, maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa amalan yang paling disukai oleh Allah yang pertama adalah sholat pada waktunya, kemudian berbuat baik kepada kedua orangtua, baru kemudian yang terakhir adalah jihad fisabilillah.


Jihad fisabilillah:
 
Al Yafi’i pernah bercerita dari Syech Abdul Wahid bin Zaid. Pada suatu hari kami duduk di majlis kami sebagaimana biasanya, kami telah bersiap untuk pergi berperang. Sungguh aku telah memberikan perintah kepada sahabat-sahabat untuk mendengarkan suatu ayat yang akan dibacakan di muka mereka. Ada seorang lelaki yang membacakan ayat di majlis kami. “Sesungguhnya Allah telah membeli orang-orang mu’min diri dan harta benda mereka, sebab sesungguhnya mereka akan memeroleh surga.”
Lantas ada seorang anak yang masih berusia limabelas tahun atau sederajatnya berdiri, padahal ayahnya sudah meninggal dunia, namun ditinggali harta benda yang banyak, lalu berkata: “Wahai Abdul Wahid bin Zaid, sesungguhnya Allah telah membeli diri dan harta benda orang-orang mu’min, sebab sesungguhnya mereka akan memeroleh surga?” Aku berkata: “Ya wahai anakku yang tercinta.” Dia berkata kepadaku: “Aku telah menyaksikan kepadamu bahwa aku telah menjual diriku dan harta bendaku kepada Allah agar aku memeroleh surga.” Aku (Abdul Wahid) berkata: “Sesungguhnya tikaman pedang yang tajam lebih berat daripada itu, sedang kulihat kamu masih kecil. Sesungguhnya aku khawatir bila kamu nanti tidak sabar dan kamu tidak mampu menghadapi resiko peperangan.” Dia berkata: “ Wahai Abdul Wahid, aku sudah baiat kepada Allah agar aku mendapatkan surgaNya lantas aku tidak mampu? Aku menyaksikan kepada Allah baiatku ini.”
Abdul Wahid berkata: “Sesungguhnya kami merasa terkalahkan dengan keimanan yang dimiliki oleh anak semacam ini, lantas kami berkata di dalam hati: “Seorang anak berakal sedang kami masih kurang berakal.” Anak tersebut keluar dengan membawa seluruh harta bendanya untuk disumbangkan dalam perjuangan kecuali kuda, senjata dan bekalnya belaka.
Ketika hari yang dijanjikan untuk berangkat perang telah tiba, maka anak itu permulaan orang yang tampak pada kami, lalu berkata: “Assalamu alaikum wahai Abdul Wahid,” lalu aku menjawab salamnya dan kukatakan: “Sungguh akad jual belimu telah beruntung banyak.” Kemudian kami berjalan menuju medan tempur, sungguhpun demikian ternyata anak itu berpuasa di waktu siang dan malampun melakukan shalat. Dengan hati yang gembira dia melayani kami, memelihara binatang kami dan menjaga kami bila kami tertidur. Lantas sampailah perjalanan kami ke tanah Romawi.
Ketika kami sudah sampai di tanah Romawi, lantas pemuda itu menghadap kepada kami seraya berkata: “Sungguh rinduku telah lama mencekam kepada Al Aina Al Mardhiyah.” Lantas beberapa temanku berkata: “Barangkali pemuda itu tergoda oleh setan atau kemasukan jin atau mungkin akalnya sudah tidak sadar lagi.” Aku berkata: “Wahai anakku yang tercinta, apakah maksud Al Aina Al Mardhiyah itu?” Dia menjawab: Sesungguhnya aku pernah tidak sadar, lantas aku melihat seolah-olah ada orang datang kepadaku, lalu berkata kepadaku: “Pergilah kamu untuk menjumpai Al Aina Al Mardhiyah, lantas aku diajak berkunjung ke pertamanan yang terdapat sungai yang airnya tidak berubah. Kulihat di tepi sungai itu ada beberapa perempuan yang mengenakan pakaian dan perhiasan yang menarik, sungguh aku sulit melukiskan kecantikan dan daya tarik perhiasan dan pakaiannya.
Ketika mereka melihat aku, langsung mereka berkata: “Ini suami Al Aina Al Mardhiyah, lalu aku berkata: “assalamu alaikum, apakah ada di kalangan kamu Al Ana Al Mardhiyah?” Lalu mereka menjawab: “Kami hanya sebagai pelayannya, oleh karena itu berjalanlah terus kesana.”
Akupun berjalan menelusuri lorong-lorong di mukaku, lalu aku berjumpa dengan sungai dari susu yang putih bersih, rasanya pun tidak berubah. Di sana terdapat pertamanan yang penuh dengan dekorasi yang memikat hati dan beberapa wanita yang cantik. Ketika aku melihat mereka, akupun tertarik lantaran kecantikannya sulit kulukiskan. Ketika mereka melihat kepadaku, langsung mereka menyambutku dengan hati yang gembira, mereka berkata: “ Inilah suami Al Aina Al Mardhiyah.” Aku mengucapkan salam kepada mereka dan bertanya: Apakah diantara kamu  ada Al Aina Al Mardhiyah?” Mereka menjawab salamku, dan memanggilku dengan kata wahai waliyullah, kami hanya sebagai pembantunya, oleh karena itu berjalanlah terus ke depan. Lantas akupun berjalan ke depan, tahu-tahu aku berjumpa dengan sungai dari khomer dan di tepinya ada beberapa wanita yang menarik.
Dengan daya pikat masing-masing  wanita itu, akupun lupa terhadap wanita yang sebelumnya. Akupun mengucapkan salam untk mereka, aku bertanya: “Apakah di kalangan anda ini ada Al Aina Al Mardhiyah?” Merakapun menjawab: “Tidak, kami hanya sebagai pembantunya. Oleh karena itu berjalanlah terus.”  Lalu akupun bertemu dengan sungai dari madu yang jernih, di tepinya terdapat gadis yang cantik jelita membuat aku lupa terhadap gadis sebelumnya, rupanya cahaya dan kemolekan mereka yang lebih memikat hatiku. Lalu akupun mengucapkan salam kepada mereka, aku bertanya: “Apakah di antara kalian ada Al Aina Al Mardhiyah?” Lalu mereka berkata: “Wahai waliyullah, kami sekedar pelayannya. Oleh karena itu berjalanlah terus kedepan.” Akupun berjalan kedepan, lalu aku berjumpa dengan tenda dari mutiara yang putih bersih, di depan pintunya ada gadis yang mengenakan perhiasan dan pakaian yang sulit dilukiskan keindahannya. Ketika itu dia melihat aku, lalu menyambutku dengan penuh kegembiaraan, lalu memanggil: “Wahai Al Aina Al Mardhiyah, inlah suamimu telah datang.”
Pemuda itu berkata: “Lantas aku masuk ke tenda, tahu-tahu dia lagi duduk di atas ranjang dari emas, berhias dengan mutiara dan yaqut. Ketika aku melihatnya, akupun tertarik. Dia berkata: “Selamat datang wahai wali Allah, sungguh engkau akan datang kepada kami sebentar lagi. Lalu akupun ingin merangkulnya, lantas dia menjawab: “Tenang saja, kamu masih belum diperbolehkan merangkulku, sebab engkau masih hidup di dunia, kamu akan berbuka pada kami malam ini.”
Pemuda itu berkata: “Lalu aku bangun, wahai Abdul Wahid sungguh aku tidak tahan lagi hidup di dunia, aku ingin berjumpa dengan Al Aina Al Mardhiyah.”
Abdul Wahid berkata: “Pemuda itu masih belum memutuskan pembicaraanya, lantas ada pasukan musuh yang menyerang kami. Ternyata pemuda itu tak tahan lagi untuk tinggal diam, lalu dia menyerang ke tengah musuh dan bisa membunuh sembilan orang di antara mereka, dan dia sendiri termasuk korban yang kesepuluh.”
Aku (Abdul Wahid) berjalan-jalan bertemu dengan tubuh pemuda itu yang lagi berlumuran darah segar, dia malah tetawa atas penderitaannya, lalu meninggalah. Semoga Allah memberikan manfaat kepada kami atas kisah pemuda itu.
 Birrul Walidain:
Al Yafi’I pernah bercerita, sesungguhnya Allah yang Maha Suci lagi Maha Tinggi memberikan wahyu kepada Nabi Sulaiman Bin Dawud AS agar  keluar ke tepi laut , di sana engkau akan melihat sesutau yang mengagumkan.
Lantas Nabi Sulaiman AS bersama jin dan manusia keluar, ketika sampai di tepi laut, dia menoleh ke kanan dan ke kiri, ternyata tidak melihat sesuatu yang menarik perhatiannya, lantas Nabi Sulaiman berkata kepada Ifrit: “Hendaklah kamu menyelam ke dasar lauit ini, dan nanti kembalilah dengan membawa sesuatu yang kamu jumpai di dalamnya.” Si Ifrit pun menyelam dan kembali sececah kemudian. Lalu Ifrit berkata: “Wahai Nabi Sulaiman, sesungguhnya aku telah menyelam ke dalam dengan perjalanan yang amat jauh sekitar sekian……… Sungguhpun demikian aku masih belum sampai ke dasarnya dan aku juga tidak melihat sesuatu yang menarik.”
Nabi Sulaiman memerintah kepada Ifrit yang lain: “Berangkatlah kamu untuk meyelami laut ini dan nanti bawalah sesuatu yang kamu jumpai, meskipun sekedar pengalaman yang telah kamu lihat.” Sececah kemudian, Ifritpun kembali dan berkata sebagaimana apa yang dikatakan oleh Ifrit yang pertama tadi, hanya saja Ifrit yang terakhir ini telah menyelam dua kali.
Lantas Nabi Sulaiman berkata kepada Ashif bin Burkhiya, yaitu menteri Nabi Sulaiman yang telah disebut di dalam Al Qur’an sebagai orang yang mengerti ilmu kitab. Akhirnya Nabi Sulaiman dibawakan sebuah Kubbah dari kapur putih yang mempunyai empat pintu. Sebuah pintu terbuat dari intan, sebuah pintu yang terbuat dari yaqut, sebuah pintu yang terbuat dari mutiara, dan sebuah pintu yang terbuat dari Zabarzad yang hijau.
Seluruh pintu itu terbuka, namun setetes airpun tidak ada yang masuk ke dalamnya, padahal kubbah itu berada di laut yang paling dalam, sekitar perjalan Ifrit yang pertama tiga kali. Lantas kubah itu diletakkan di depan Nabi Sulaiman, tahu-tahu di dalamnya ada seorang pemuda yang berpakaian baik, bersih sedang menjalankan shalat. Nabi Sulaman masuk ke dalamnya dan  mengucapkan salam kepadanya, lalu berkata kepada pemuda itu: “Apakah yang mebuatmu bisa bertempat tinggal di dasar laut ini?” Pemuda itu menjawab: “Wahai Nabi Allah, sesungguhnya ayahku itu seorang yang lumpuh, sedangkan ibuku tuna netra, aku berusaha untuk melayaninya selama tujuh puluh tahun.”
Ketika ibuku akan meninggal dunia, dia berdo’a: “Ya Allah berilah anakku usia yang panjang untuk datang kepadaMu.” Begitu juga ketika ayahku akan meninggal dunia, dia berdo’a: “Ya Allah berilah anakku kesempatan untuk beribadah kepadaMu di suatu tempat yang sekiranya tidak bisa dilalui oleh setan.”
Lantas aku keluar ke tepi laut ini setelah aku mengebumikan mayat ayah dan ibuku, lantas aku melihat kubbah ini di depanku. Aku masuk ke dalamnya untuk melihat keindahan di dalamnya. Akhirnya ada malaikat yang datang padaku dan membawanya bersamaku ke dalam laut ini. Lantas Nabi Sulaiman bertanya: “ Kira-kira kapan kamu sampai ke tepi pantai ini?” Pemuda itu menjawab: “Kira-kira pada jaman Nabi Ibrahim Al Kholil.”
 Nabi Sulaiman mengingat tentang sejarah Nabi Ibrahim yang bisa diperkirakan dua ribu empat ratus tahun yang silam. Sungguhpun demikian, pemuda itu masih tetap muda tidak ada satupun uban di rambut kepalanya.
Nabi Sulaiman bertanya: “Bagaimanakah makanan dan minumanmu?” Pemuda itu menjawab: “Pada tiap hari ada seekor burung hijau yang membawa sesuatu yang kuning di patuknya seperti kepala manusia, lalu aku memakannya. Aku bisa merasakan segala kenikmatan di dnia. Dengan memakannya aku tidak terasa laar dan haus, panas dingin dan tidurpun aku tidak ada kedinginan lagi, aku tidak terasa susah, tidak jemu.”
Lantas Nabi Sulaiman berkata: “Apakah kamu senang bersama kami?” Pemuda itu menjawab: “Kembalikan aku ke tempatku wahai Nabi Allah.” Nabi Sulaiman berkata kepada Ashif: “Wahai Ashif kembalikan ke tempatnya.” Nabi Sulaiman menoleh dan berkata: “Lihatlah, bagaimana Allah mengabulkan do’a kedua orang tua lelaki ini. Oleh sebab itu, aku peringatkan kepadamu jangan sampai durhaka kepada kedua orang tua.”
..................................................................