1 Januari 2012 pukul 11.56
Seorang pria pulang
kantor terlambat, dalam keadaan lelah dan penat, saat menemukan anak lelakinya
yang berumur 5 tahun menyambutnya di depan pintu.
“Ayah, boleh aku
tanyakan satu hal?”
“Tentu, ada apa?”
“Ayah, berapa rupiah
ayah peroleh tiap jamnya?”
“Itu bukan urusanmu.
Mengapa kau tanyakan soal itu?” kata si lelaki dengan marah.
“Saya cuma mau tahu.
Tolong beritahu saya, berapa rupiah ayah peroleh dalam satu jam?” si kecil
memohon.
“Baiklah, kalau kau
tetap ingin mengetahuinya. Ayah mendapatkan Rp 20 ribu tiap jamnya.”
“Oh,” sahut si kecil,
dengan kepala menunduk. Tak lama kemudian ia mendongakkan kepala, dan berkata
pada ayahnya, “Yah, boleh aku pinjam uang Rp 10 ribu?”
Si ayah tambah marah,
“Kalau kamu tanya-tanya soal itu hanya supaya dapat meminjam uang dari ayah
agar dapat jajan sembarangan atau membeli mainan, pergi sana ke kamarmu, dan
tidur. Sungguh keterlaluan. Ayah bekerja begitu keras berjam-jam setiap hari,
ayah tak punya waktu untuk perengek begitu.”
Si kecil pergi ke
kamarnya dengan sedih dan menutup pintu. Si ayah duduk dan merasa makin jengkel
pada pertanyaan anak lelakinya.
Betapa kurang ajarnya
ia menanyakan hal itu hanya untuk mendapatkan uang? Sekitar sejam kemudian,
ketika lelaki itu mulai tenang, ia berpikir barangkali ia terlalu keras pada si
anak. Barangkali ada keperluan yang penting hingga anaknya memerlukan uang Rp
10 ribu darinya, toh ia tak sering-sering meminta uang. Lelaki itu pun beranjak
ke pintu kamar si kecil dan membukanya.
“Kau tertidur, Nak?”
ia bertanya.
“Tidak, Yah, aku
terjaga,” jawab si anak.
“Setelah ayah
pikir-pikir, barangkali tadi ayah terlalu keras padamu,” kata si ayah. “Hari
ini ayah begitu repot dan sibuk, dan ayah melampiaskannya padamu. Ini uang Rp
10 ribu yang kau perlukan.”
Si bocah laki-laki itu
duduk dengan sumringah, tersenyum, dan berseru, “Oh, ayah, terima kasih.”
Lalu, sambil menguak
bantal tempatnya biasa tidur, si kecil mengambil beberapa lembar uang yang
tampak kumal dan lecek.
Melihat anaknya
ternyata telah memiliki uang, si ayah kembali naik pitam. Si kecil tampak
menghitung-hitung uangnya.
“Kalau kamu sudah
punya uang sendiri, kenapa minta lagi?” gerutu ayahnya.
“Karena uangku belum
cukup, tapi sekarang sudah.” jawab si kecil.
“Ayah, sekarang aku
punya Rp 20 ribu. Boleh aku membeli waktu ayah barang satu jam? Pulanglah satu
jam lebih awal besok, aku ingin makan malam bersamamu.”
-----------------------------------------------------------------------------------
Pesan dari artikel di
atas
Tugas kita sebagai
orang tua mengajarkan menanamkan cinta dan kasih sayang agar anak-anak kita
tidak terbiasa menyebarkan kebencian sebab menyebarkan kebencian paling mudah
dilakukan daripada menyebarkan cinta dan kasih sayang. Coba perhatikan di
sekeliling kita, anak-anak yang tumbuh dengan cinta dan kasih sayang yang penuh
dari kedua orang tuanya akan lebih mudah menghormati orang lain dan kemampuan
untuk berpikir positif dalam menghadapi setiap masalah.
Orang tua yang bahagia
mampu menebarkan cinta dan kasih sayang dihati anak-anaknya. Anak-anak yang
hidup dalam cinta dan kasih sayang akan tumbuh menjadi insan yang penuh cinta
dan kasih sayang. Itulah makna sayang kita sebagai orang tua kepada anak-anak
kita.
----
Orang yang senantiasa
menyayangi sesamanya maka akan sayangi oleh Ar-Rahman (Yang Maha Penyayang).
Sayangilah yang ada di muka bumi niscaya engkau akan disayangi oleh yang ada di
langit." (Hadist Riwayat At-Tirmidzi) _
(
Zaenal_brahul@yahoo.co.id / 01_01_2012 )
https://www.youtube.com/channel/UCr6Fpmfu-5Yu7h4nWsGprpg?view_as=subscriber
https://www.facebook.com/zaenal.brahul/notes