Kamis, 12 September 2019

Pecinta Sholawat Nabi Muhammad SAW


Arti suluk Kanan nabi..

Dalam sebuah riwayat dikisahkan, bahwasanya di waktu Rasulullah s.a.w. sedang asyik bertawaf di Ka’bah, beliau mendengar seseorang di hadapannya bertawaf, sambil berzikir:
“Ya Karim! Ya Karim!”
Rasulullah s.a.w. menirunya membaca
“Ya Karim! Ya Karim!” Orang itu Ialu berhenti di salah satu sudut Ka’bah, dan berzikir lagi: “Ya Karim! Ya Karim!” Rasulullah s.a.w. yang berada di belakangnya mengikut zikirnya “Ya Karim! Ya Karim!”
Merasa seperti diolok-olokkan, orang itu menoleh ke belakang dan terlihat olehnya seorang laki-laki yang gagah, lagi tampan yang belum pernah dikenalinya. Orang itu Ialu berkata:

“Wahai orang tampan! Apakah engkau memang sengaja memperolok-olokkanku, karena aku ini adalah orang Arab badui? Kalaulah bukan karena ketampananmu dan kegagahanmu, pasti engkau akan aku laporkan kepada kekasihku, Muhammad Rasulullah.”
Mendengar kata-kata orang badui itu, Rasulullah s.a.w. tersenyum, lalu bertanya:
“Tidakkah engkau mengenali Nabimu, wahai orang Arab?” “Belum,” jawab orang itu. “Jadi bagaimana kau beriman kepadanya?”
“Saya percaya dengan mantap atas kenabiannya, sekalipun saya belum pernah melihatnya, dan membenarkan kenabiannya, sekalipun saya belum pernah bertemu dengannya,” kata orang Arab badui itu pula.

Rasulullah s.a.w. pun berkata kepadanya:
“Wahai orang Arab! Ketahuilah’.. aku inilah Nabimu di dunia dan penolongmu nanti di akhirat!”
Melihat Nabi di hadapannya, dia tercengang, seperti tidak percaya kepada dirinya.
“Tuan ini Nabi Muhammad?!” “Ya” jawab Nabi s.a.w. Dia segera tunduk untuk mencium kedua kaki Rasulullah s.a.w. Melihat hal itu, Rasulullah s.a.w. menarik tubuh orang Arab itu, seraya berkata kepadanya:
“Wahal orang Arab! janganlah berbuat seperti itu. Perbuatan seperti itu biasanya dilakukan oleh hamba sahaya kepada tuannnya, Ketahuilah, ALLAH mengutusku bukan untuk menjadi seorang yang takabbur yang meminta dihormati, atau diagungkan, tetapi demi membawa berita.
Ketika itulah, Malaikat Jibril a.s. turun membawa berita dari langit dia berkata:
“Ya Muhammad! ALLAH mengucapkan salam kepadamu dan berfirman: “Katakanlah kepada orang Arab itu, agar dia tidak terpesona dengan belas kasih ALLAH. Ketahuilah bahwa ALLAH akan menghisabnya di hari Mahsyar nanti, akan menimbang semua amalannya, baik yang kecil maupun yang besar!”

Setelah menyampaikan berita itu, Jibril kemudian pergi. Kemudian Rasululllah Shallallahu Alaihi wa Sallam pun menyampaikan kabar dari Malaikat yang mulia Jibril Alaihissalam itu kepada arab badui.
Maka orang Arab itu pula berkata:

“Demi keagungan serta kemuliaan ALLAH, jika ALLAH akan membuat perhitungan atas amalan hamba, maka hamba pun akan membuat perhitungan dengan-Nya!” kata orang Arab badui itu.
“Apakah yang akan engkau perhitungkan dengan ALLAH?”
Rasulullah bertanya kepadanya.
‘Jika ALLAH akan memperhitungkan dosa-dosa hamba, maka hamba akan memperhitungkan betapa kebesaran maghfirahnya,’ jawab orang itu.
‘Jika Dia memperhitungkan kemaksiatan hamba, maka hamba akan memperhitungkan betapa keluasan pengampunan-Nya. Jika Dia memperhitungkan kekikiran hamba, maka hamba akan memperhitungkan pula betapa mulia kedermawanannya!’

Mendengar ucapan orang Arab badui itu, maka Rasulullah s.a.w. pun menangis mengingatkan betapa benarnya kata-kata orang Arab badui itu, air mata beliau meleleh membasahi Janggutnya. Karenanya Malaikat Jibril turun kembali seraya berkata:
“Ya Muhammad! ALLAH menyampaikan salam kepadamu, dan bersabda:
Berhentilah engkau dari menangis! Sesungguhnya karena tangismu, penjaga Arasy lupa dari bacaan tasbih dan tahmidnya, sehingga la bergoncang. Katakan kepada temanmu itu, bahwa ALLAH tidak akan menghisab dirinya, juga tidak akan memperhitungkan kemaksiatannya. ALLAH sudah rnengampuni semua kesalahannya dan la akan menjadi temanmu di syurga nanti!”. Setelah mendengar perkabaran itu Rasulullah pun mengabarkannya kepada arab badui dan alangkah senangnya orang Arab badui itu mendengar berita tersebut. la pun menangis karena tidak berdaya menahan keharuan dirinya.
Subhanallah...
Semoga kita semua kelak bisa berkumpul bersama Rosulullah Muhammad SAW
Aamiin....


Imam Al-Qasthalani


Imam Al-Qasthalani dalam kitab Masalik al-Hanfa menuliskan :
“Ketahuilah, tidak mungkin mampu mencontoh perbuatan dan akhlak RASULULLAH,  kecuali dengan usaha keras, tidak mungkin mau berusaha dengan keras kecuali sangat cinta kepada Nabi Saw, dan tidak mungkin cinta mati kepada Nabi Saw kecuali dengan cara memperbanyak bacaan shalawat.

Sebab, barang siapa yang suka pada sesuatu, maka dia akan sering menyebut-nyebutnya. Karenanya, bagi seorang salik mesti memulai jalan spiritualnya dengan memperbanyak bacaan shalawat atas Nabi Muhammad saw.
Mengingat bacaan shalawat menyimpan keajaiban-keajaiban luar biasa dalam rangka pembersihan jiwa dan penerangan batin, di samping masih banyak lagi rahasia-rahasia dan faedah-faedah yang tidak mungkin dihitung oleh angka dan bilangan.

Seorang salik perlu memiliki hati ikhlas semata-mata mengharap ridha Allah ketika membaca shalawat atas Nabi Saw, sehingga dia mampu memetik buah shalawat dan barakah-nya yang bertebaran. Shalawat di sepanjang perjalanan mencari Tuhan bagaikan lampu penerang yang dapat menjadi hidayah yang dibutuhkan.
Barangsiapa yang menghiasi hatinya dengan lampu shalawat, maka dia akan mampu melihat segala hakikat tauhid berkat cahaya terang shalawat tersebut.” Aamiin Ya Allah

Minggu, 21 Juli 2019

Masa Yg Telah Lalu



" 1989 - 2005 "
21 Februari 2012 pukul 23.37

Bissmillahirohmanirohom

1989
Di  Dalam kesendirianku
Terasa Aku begitu jauh
Terasa hilang semua arah yg ku lalui
Tak ada tempat untuk berlabuh
Semua kelam seakan tiada mentari
Aku Tak sanggup lagi untuk melangkah
Dengan semua kekuranganku

Aku terus berjalan hilang dalam gelap
Bertahan dan selalu berharap
Aku harus sanggup untuk Dapat terus bertahan
Apa yg kumiliki
Ataupun apa yg keluarga miliki


1996
Setiap langkah kaki yg kulakukan
Diriku seakan menambah satu kesalahan
Seakan keputusan yg telah ku buat
Menghantui pikiran dan hati

Semua penuh dengan perasaan malu
Aku kehilangan harapan....
Aku terlalu bangga melihat kebenaranku
Itupun hanyalah penilaian ku semata
Sampai aku mengambil langkah yg salah


Semakin lama....
Aku semakin dalam terperosok
Mata tertutup terhadap tanda-tanda
Dengan memasukan ke dalam caraku sendiri


Aku Berjalan .....
Terus berjalan berhari-har
Jauh dan semakin menjauh...


2001 
Hilang semua apa yg telah kuraih
Aku terus bersembunyi dari kebenaran
Bagaimana merasakan marah dan rasa sakit
Dari semua hal-hal telah ku lakukan


Lepas semua....
Harapan dan angan-anganku
Aku begitu tak berdaya dan lemah
Yang dahulu begitu kekar dan berani
Kini Hanyalah seonggok kayu yg telah lapuk
Jadi mengapa harus menyangkal
Akan semuanya itu..


Hari demi hari.....
Minggu demi mingu....
Waktu seakan begitu cepat berputar
Terus dan terus kakiku melangkah
Baru ku menyadari.......................
Penyesalan lalu tiadalah guna


2005
Ku lihat sekitar....
Awan mengambang oleh langit jernih nan biru
Hembusan angin,.
Dan Matahari yg mulai tenggelam'...
Sebuah keajaiban yg amat sempurna


Ini bukti cukup untukku
Atau aku begitu buta.....
Sebenarnya.......
Aku hanya perlu,....
Buka mata, hati dan pikiran
Jika kita hanya memasukan dengan cara sendiri

Dan bersembunyi dari kebenaran yg telah ada
Pastilah kita semakin jauh melangkah
Entah kemana langkah itu akan sampai


Aku berterima kasih
Dengan napas yg telah kau beri
Ataupun dengan kehidupan yg kedua


Aku Begitu jauh dari-MU
Namun sebenarnya Engkau begitu dekat

Semua yg telah kau berikan kepadaku
Sudah sangat lama aku Lupa
Untuk  mengucapkan terima kasih

2012
Kini....
Aku menyadari apa yang telah hilang
Dan Engkau membukakan pintu untukku
Sebenarnya pintu sudah sedari dulu terbuka
Namun aku tidak menyadari.............


Aku bersujud Kepada_MU.............Ya Rab
Semua Puji-pujian Kepada_MU......YA Rab
Alhamdulillah,..Alhamdulillah...Alhamdulillah
Anegerah yg telah KAU berikan .....Ya Rab

Ampunilah Segala dosa-dosaku yg telah lalu.
Terutama kedua orang tuaku
sebagaimana mereka membesarkanku sedari kecil...


Amin,...amin,..amin..Ya Rab
=====================

Rabu, 15 Mei 2019

Sejarah Tarekat Qadiriyah Wa Naqsabandiyah



Syekh Abdul Qodir Jaelani

Syekh Junaid Al Baghdadi

Syekh Ahmad Khatib Sambas

Syekh Tolha

Abdul Karim al-Bantani

Syaikh_Abdullah_Mubarok_bin_Nur_Nuhammad
(Abah_Sepuh)

ABAH ANOM ( shoibul wafa )



Syaikh Tolhah Bin Tolabuddin RA


Riwayat Hidup Syaikh Tolhah Bin Tolabuddin RA


Lahir di Desa Trusmi, Weru, Cirebon sekitar tahun 1825. Ayahnya bernama KH Tolabuddin, putra dari KH Radpuddin keturunan Pangeran Trusmi putera Sunan Gunung Jati. Pendidikan agamanya dimulai dari Pesantren Rancang milik ayahnya, kemudian melanjutkan ke Pesantren Ciwaringin - Cirebon, kemudian melanjutkan ke Pesantren Lirboyo di Ponorogo -jawa Timur.

Melanjutkan pendidikannya di Gresik, kemudian membantu mengajar di Rancang, dan kemudian menunaikan ibadah haji di Mekah dan menjadi mukimin (bermukim) di Mekah. Di sana mempelajari Ilmu Tasawuf dan Tarekat dari Syaikh Ahmad Khatib Sambas Ibn Abdul Ghafar khusus tentang TQN hingga mencapai kedudukan wakil Talqin dan membantu Syaikh Ahmad Khatib Sambas beberapa tahun lamanya.

Pada tahun 1873 kembali dari Mekah dan mengajar di Pesantren Rancang. Pada tahun 1876 mendirikan Pesantren Begong, Kalisapu, Cirebon. Tahun 1889 ditangkap oleh aparat Belanda atas tuduhan menghina Ratu Belanda dan mempersiapkan perlawanan terhadap pemerintah Belanda. Pada kepergiannya ke Mekah yang ke dua, singgah di Singapura dan mengajarkan tentang TQN di Singapura. Tahun 1892 menjadi penasehat keagamaan di Kesultanan Kasepuhan - Cirebon, Bupati Kuningan dan bagi para pejabat tinggi pemerintahan dan para bangsawan di Cirebon. Dari pernikahannya dengan istri-istrinya dikaruniai anak 18 orang laki-laki dan 8 orang perempuan. Syaikh Tolhah meninggal dunia pada tahun 1935 dimakamkan di komplek pemakaman GunungJati.
Dengan wafatnya Syaikh Tolhah Bin Tolabuddin maka kekhalifahan TQN di Cirebon berakhir.
Kekhalifahan berikutnya berkedudukan di Suryalaya (Godebag) Tasikmalaya.

Perkembangan TQN di Tasikmalaya Sebagai khalifah TQN untuk wilayah Cirebon dan Jawa barat bagian Timur, Syaikh Tolhah berusaha keras agar TQN dapat berkembang dengan lancar. Siapapun yang datang bertamu dan belajar kepadanya akan diterimanya dengan baik sehingga pesantrennya banyak dikunjungi oleh para kyai dan remaja, diantaranya adalah Abdullah Bin Mubarok Bin Nur Muhammad (Abah Sepuh) dari Pesantren Tundagan, Tasikmalaya.




Syekh Junaid Al Baghdadi


Kisah Syekh Junaid Al Baghdadi
Berguru Kepada Orang Gila

Syekh Junaid Al Baghdadi ialah seorang Sufi terkemuka. terhadap suatu masa beliau keluar kota Baghdad bersama dengan sebagian muridnya.
Syekh Junaid Al Baghdadi menanyakanmengenai Bahlul. Muridnya menjawab “Ia ialah orang gila, apakah yang anda butuhkan darinya?”
“Cari dia, saya adanya butuh dengannya”. Kata syekh Junaid
Murid-muridnya lantas menelusuri Bahlul serta bertemu dengannya di gurun, mereka lantasmengantar Syekh Junaid kepadanya. Ketika Syekh Junaid mendekati bahlul, Beliau menatapBahlul sedang gelisah bersetara dengan menyandarkan kepalanya ke tembok.

Syekh Junaid setelah itu menyapanya, Bahlul menjawab serta menanyakan kepadanya, “Siapakah engkau?”

“Aku ialah Junaid Al Baghdadi” kata Syekh Junaid

“Apakah engkau Abul Qasim?” Tanya Bahlul

“Iya” Jawab Syekh Junaid
“Apakah engkau Syekh Baghdadi yang membagikan petunjuk spiritual kepada orang-orang?” Tanya Bahlul lagi

“Iya” jawab Syekh Junaid
“Apakah engkau tau kaya gimana metode makan?

” Tanya Bahlul
Syekh Junaid lantas menjawab “Aku mengucapkan Bismillah, saya makan yang adanyadihadapanku, saya menggigitnya sedikit, meletakkannya disisi kanan dalam mulutku sertaperlahan mengunyahnya, saya tak melihat suapan berikutnya, saya mengingat Allah bersetara dengan makan, apapun yang saya makan saya ucapkan Alhamdulillah, saya cuci tanganku sebelum serta sesudah makan”
Bahlul berdiri menyibakkan pakaiannya serta berkata “Kau ingin menjadi guru spiritual di dunia tetapi kau bahkan tak tau kaya gimana metode makan”

bersetara dengan berkata demikian ia setelah itu berjalan pergi Murid Syekh setelah itu berkata “Wahai Syekh dia ialah orang gila”

Syekh Junaid berkata “dia ialah orang gila yang cerdas serta bijak, dengarkan kebenaran darinya”

Bahlul mendekati sesuatu bangunan yang sudah ditinggalkan lantas dia duduk, Syekh Junaid pun datang mendekatinya
Bahlul setelah itu menanyakan “Siapakah engkau?”

“Syekh Baghdadi yang bahkan tak tau kaya gimana metode makan” jawab Syekh Junaid
“engkau tak tau kaya gimana metode makan, tetapi taukah engkau kaya gimana metodeberbicara?” Tanya Bahlul “Iya” jawab Syek Junaid“Bagaimana.

 metode berbicara?” Tanya Bahlul
Syekh Junaid setelah itu menjawab “Aku berbicara tak kurang tak lebih serta apakah adanya, saya tak terlampau banyak bicara, saya berbicara supaya pendengar bisa mengerti. sayamengajak orang-orang kepada Allah serta Rasulullah SAW,.

saya tak berbicara terlampaubanyak supaya orang tak menjadi bosan, saya membagikan pandangan atas kedalaman pengetahuan lahir serta bathin”

 setelah itu Ia menggambarkan apakah saja yang berkaitandengan perilaku serta etika
Lalu Bahlul berkata “lupakan mengenai makan, pasal kau pun tak tau kaya gimana metodeberbicara” Bahlul pun berdiri menyibakkan pakaiannya serta berjalan pergi. Murid-murid Syekh berkata “Wahai Syekh, anda lihat dia ialah orang gila, apakah yang engkau harapkan dari orang gila?”

Syekh Junaid menjawab “ada sebuah yang saya butuhkan darinya, kalian tak tau itu"

Syekh Junaid lantas mengejar Bahlul lagi hingga mendekatinya, Bahlul lantas menanyakan “apa yang engkau inginkan dariku, kau yang tak tau metode makan serta berbicara, apa kau tau kaya gimana metode tidur?”

“Iya saya tau” jawab Syekh Junaid “Bagaimana. caramu tidur?” Tanya Bahlul Syekh Junaid lantasmenjawab

“ketika saya selesai sholat ‘Isya serta membaca do’a, saya mengenakan pakaian tidurku” setelah itu Syekh Junaid menceritakan cara-cara tidur sebagaimana yang lazim dikemukakan oleh para ahli agama
“ternyata kau juga tak tau kaya gimana metodenya tidur” kata Bahlul seraya ingin bangkit dari duduknya Tapi Syekh Junaid menahan pakaiannya serta berkata “Wahai Bahlul saya tak tau, karenanya Demi Allah ajari aku”

Bahlul pun berkata “Sebelumnya engkau mengatakan jikalau dirimu berpengetahuan sertaberkata jikalau engkau tau, tersebutkan saya menghindarimu. kini sehabis engkau menuturkanjikalau dirimu kurang berpengetahuan, tersebutkan saya akan mengajarkan padamu. Ketahuilah, apapun yang sudah engkau gambarkan itu ialah gangguan bukan yang utama, kebenaran yang adanya di belakang memakan makanan adalah, jikalau kau memakan makanan halal.

bila engkau memakan makanan haram dengan metode layaknya yang engkau gambarkan, dengan seratus perilaku pun tak akan berguna bagimu melainkan akan mengakibatkan hatimu hitam”
“Semoga Allah memberimu pahala yang besar” kata Syekh Junaid
Bahlul lantas melanjutkan “Hati sesegera mungkin bersih serta mengandung niat baik sebelum kau mulai berbicara. Percakapanmu haruslah menyenangkan Allah. bila itu buat duniawi sertajob yang sia-sia tersebutkan apapun yang kau nyatakan akan menjadi mala petaka bagimu. Itulah mengapa diam ialah yang terbaik.

serta apapun yang kau katakan mengenai tidur, itu juga berharga tak utama. Kebenaran darinya ialah hatimu sesegera mungkin terbebas dari permusuhan, kecemburuan serta kebencian.

Hatimu tak boleh tamak akan dunia atau kekayaan didalamnya. serta ingatlah Allah ketika akan tidur”

Biografi Syekh Ahmad Khatib Sambas


Nama Lengkapnya adalah Ahmad Khatib Sambas bin Abd al-Ghaiffar al­Sambasi al-Jawi (baca: Indonesia). la di lahirkan di kampung Dagang atau Kampung Asam, Sambas, Kalimantan Barat (Borneo) pada 1217 H/1802 M. Setelah mendapatkan pendidikan agama di kampung halamannya, ia tinggal di Mekkah pada usia 19 untuk memperdalam ilmu agama clan menetap di sana selama quartal kedua abad 21. Ia menetap di Mekkah hingga akhir hayatnya pada tahun 1289 H/1872 M. Di sana ia belajar sejumlah ilmu pengetahuan agama, termasuk sufisme. Dan ia pun herhasil mendapatkan kedudukan terhormat di antara teman-teman sezamannya hingga akhirnya ajarannya berpengaruh kuat hingga sampai ke Indonesia.

Diantara guru-gurunya antara lain ; Syaikh Daud ibn Abdullah ibn Idris al­Fatani (w. 1843), seorang ulama besar yang menetap di Mekkah, Syeikh Samsuddin, syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari (w. 1812). Bahkan ada sumber yang menyatakan bahwa beliau juga murid dari Syeikh Abd Samad al-Palembangi (w. 1800). Seluruh murid-murid Syeikh Syamsuddin memberikan penghargaan yang tinggi atas Kompetensinya serta menobatkannya sebagai Syeikh Mursyid Kamil Mukammil.

Selain yang disebutkan di atas, terdapat juga sejumlah nama yang juga menjadi guru-guru Khatib Sambas, seperti Syaikh Muhammad Salih Rays, seorang mufti bermadzhab Syafi’i, Syeikh Umar bin Abd al-Rasul al-Attar, juga mufti bermadzhab Syafi’I (w. 1249 H/833/4 M), dan Syeikh ‘Abd al-Hafiz ‘Ajami (w. 1235 H/1819/20 M). ia juga menghadiri pelajaran yang diberikan oleh Syeikh Bisri al-Jabarti, Sayyid Ahmad Marzuki, seorang mufti bermadzhab Maliki, Abd Allah (Ibnu Muhammad) al-Mirghani (w 1273 H/1856/7 M), seorang mufti bermadzhab Hanafi serta Usman ibn Hasan al-Dimyati (w 1849 M).

Dari informasi ini dapat dikctahui bahwa Syeikh Khatib Sambas telah mendalami kajian Fiqh yang dipelajarinya dari guru-guru yang representatif dari tiga madzhab besar Fiqh. Sementara, al-Attar, al-Ajami dan al-Rays juga tiga ulama yang terdaftar sebagai guru-guru sezaman Khatib Sambas, Muhammad ibnu Sanusi (w. 1859 M), pendiri tarekat Sanusiyah. Baik Muhammad Usaman al-Mirghani (pendiri tarekat Khatmiyah yang sekaligus saudara Syeikh ‘Abd Allah al-Mirghani) maupun Ahmad Khatib Sambas, keduanya juga anggota dari sejumlah tarekat yang kemudian ajaran-ajaran taraket tersebut digabungkan mcnjadi tarekat tersendiri. Dalam kasus tarekat Khatmiyah, tarekat ini penggabungan dari tarekat Naqsabandiyya, Qadiriyya, Chistiyah, Kubrawiyah dan Suhrawardiyah. Sementara dalam catatan pinggir kitab Fath al-’Ariin dinyatakan bahwa sejumlah unsur tarekat penulis kitab tersebut adalah Naqsabandiyya, Qadiriyya, al-Anfas, al-Junaid, Tarekat al-Muwafaqa serta, sebagaimana yang disebutkan sejumlah sumber, tarekat Samman juga menggabungkan seluruh aliran tarekat di atas.

Kelenturan ajaran Qadiriyya bisa disebut sebagai faktor yang memotivasi Syeikh Sambas untuk mendirikan taerkat Qadiriyya wa Naqsabandiyya. Tentu saja, dalam tradisi sufi memodifikasi ajaran tarekat bukanlah hal yang tidak biasa dilakukan. Misalnya, terdapat 29 aliran tarekat yang merupakan cabang dari tarekat Qadiriyya. Sebenarnya bisa saja Syeikh Khatib Sumbas menamakan tarekat yang didirikannya dengan Tarekat al-Sambasiyah atau al-Khaitibiyah sebagaimana kebanyakan aliran tokoh tainnya yang biasanya menamakan tarekat dengan nama pendirinya, namun Khatib Sambas justru mcmilih menamakan tarekatnya dengan Qadiriyya wa Naqsabandiyya. Disini ia lebih menekankan aspek dua aliran arekat yang dipadukannya dan lebih jauh menunjukkan bahwa tarekat yang didirikannya benar-benar asli (original).

Sementara itu, kebanyakan murid-murid Ahmad Khatib Sambas berasal dari tanah Jawa dan Madura dan merekalah yang meneruskan larekat Qadiriyya wa Naqsabandiyya ketika pulang ke Indonesia. Diantara murid-muridnya tersebut adalah ‘Abd al-Karim (Banten), Kyai Ahmad Hasbullah ibn Muhammad (Madura), Muhammad Isma’il ibn Abdurrahim (Bali), ‘Abd al-Lathif bin ‘Abd al-Qadir al­Sarawaki (Serawak), Syeikh Yasin (Kedah), Syeikh Nuruddin (Filipina), Syeikh Nur al-Din (Sambas), Syeikh ‘Abd Allah Mubarak bin Nur Muhamcnad (Tasikmalaya). Dari murid-muridnya inilah kelak ajaran tarekat Qadiriyya wa Naqsabandiyya sampai dan menyebar luas ke pelosok Nusantara.

AJARAN SYEIKH AHMAD KHATIB SAMBAS

Menurut Naguib al-Attas, Syeikh Sambas merupakan seorang Syeikh dari dua tarekat yang berbeda, tarekat Qadiriyva dan Naqsabandiyya. Karena ia sebenarnya tidak mengajarkan kedua Tarekat ini secara terpisah akan tetapi mengkombinasikan kedua ajaran tarekat tersebut sehingga dikenali sebagai aliran tarekat baru yang berrbeda baik dengan Qadiriyya maupun Naqsabandiyya. Dalam prosedur dzikir, Syeikh Sambas mengenalkan Dzikir negasi dan afirmasi (Dzikr al-Nafy wa al-Ithbat) sebagaimana yang dipraktekkan dalam tarekat Qadiriyya. Selain itu, ia juga rnelakukan sedikit perubahan dari praktek Qadiriyya pada umumnya yang diadopsinya dari konsep Naqsabandiyya tentang lima Lathaif. Sedangkan pengaruh lain dari Naqsabandiyya dapat dilihat dalam praktek visualisasi rabitha, baik sebelum rnaupun sesudah dzikir dilaksanakan. Selain itu, jika Dzikir dalam tarekat Naqsabandiyya biasanya dipraktekkan secara samar dan dalam Qadiriyya diucapkan dengan suara yang keras maka Syeikh Khatib Sambas mengajarkan kedua cara drikir ini. Demikianlah Khatib Sambas menggabungkan dua tarekat yang berbeda sehingga Akhirnya Qadiriyya dan Naqsabandiyya pun mengambil tehnik spiritual utama dari dua aliran tarekat, Qadariyah dan Naqsabandiyya.

Untuk melihat lebih jauh ajaran Ahmad Khatib Sambas maka berikut akan dikemukakan sejumlah tema-tema penting yang terdapat di dalam kitab Fath al­Arifin, sebuah kitab yang diyakini ditulis oleh Syeikh Sambas sendiri. Kitab ini sangat besar pengaruhnya di kawasan dunia Melayu dan sekaligus menjadi pedoman bagi pengikut tarekat Qadiriyya wa Naqsabandiyya di pelosok Nusantara. Adapun sejumlah tema yang diangkat oleh Syeikh Sambas dalam kitab ini antara lain ;

Prosedur Pembai’atan

Dalam prosesi pembai’atan seorang yang akan memasuki tarekat Qadariyah wa Naysabandiyya, seorang Syeikh harus membaca bacaan yang khusus bagi pengikut tarekat Qadariyya wa Naqsabandiyya. Dan diteruskan dengan membaca surah al-Fatihah yang dihadiahkan kepada Rasulullah SAW, sahabat-sahabatnya, seluruh Silsilah tarekat Qudiniyyu Qadiriyya wa Naqsabandiyya, khususnya kepada Sultan Auliya’ Syeikh Abd al-Qadir a’-Jailani dan Sayyid Tha’ifa al-Sufiyya, Syeikh Junayd al-Baghdadi. Selanjutnya Syeikh berdo’a untuk murid tersebut dengan harapan semoga sang murid mendapatkan kemudahan.

Sepuluh Latha’if (sesuatu yang Halus)

Setelah menjelaskan prosedur dan tata cara pembai’atan terhadap seseorang yang ingin memasuki Tarekat Qadiriyya wa Naqsabandiyya, Syeikh Sambas kemudian menjelaskan bahwa manusia terdiri dari sepuluh Latha’if. Lima Lalha’it yang pertama disebut sebagai alam al-amr (alam perintah). Kelima Latu’if tersebut antara lain; Lathifa al-Qalbi (halus hati), Lathifa al-Ruh (halus ruh), Lathifa al-Sirr (halus rahasia), Lathifa al-Khafi (halus rahasia) dan Lathifa ul-Akhfa (halus yang paling tersembunyi). Sementara lima Latha’if seterusnya disebut sebagai ‘alum al-­khalq (alam ciptaan) yang meliputi; Lathifa al-Nafs dan al-’anaasir al-arba’a (unsur yang empat) yakni air, udara, api dan tanah. Selanjutnya Syeikh Sambas menentukan bahwa Lathifa al-Nafs bertempat di dalam dahi dan tempurung kepala.

Tata Cara Beramal

Setetelah menjelaskan sepuluh Latha’if, Syeikh Sambas melanjutkan dengan petunjuk tata cara beramal (baca: berzikir) sebagaimana berikut ;

أستغفرالله الغفور الرحيم. اللهم صـل على سيـدنا محمد و صحبه و سلم. لا إله إلا الله

Cara membaca kalimat la ilaaha illa Allah dimulai dari menarik nafas panjang sambil membaca “لا” dari pusat ke otak. Lalu membaca “إلـه” ke arah kanan kemudian dilanjutkan dengan kalimat إلا الله ke dalam hati seraya mengingat maknanya.

Kemudian membaca لا مقصود إلا الله sambil membayangkan wajah Syeikh di hadapannya jika Syeikhnya jauh dari pandangannya akan tetapi jika dekat maka tinggal menanti limpahan saja. Inilah yang disebut dengan dzikir Nafy wa Ithbat yang dapat dilakukan baik dengan nyaring (zhihar) atau di dalam hati (sirr).

Setelah selesai berzikir diteruskan dengan membaca solawat Munjiyat sebagaimana berikut :

اللهم صـل على سيـدنا محمد صلاة تنجينا بها من حميع الأهوال و الأفات (الخ)

Kemudian diteruskan dengan membaca surah al-Fatihah yang dihadiahkan kepada Rasulullah SAW, sahabat-sahabatnya, seluruh Silsilah tarekat Qadiriyya wa Naqsabandiyya, khususnya kepada Sultan Auliya’ Syeikh Abd al-Qadir al-Jailani dan Sayyid Tha’ifa al-Sufiyya, Syeikh Junayd al-Baghdadi sebagaimana halnya ketika melakukan pembai’atan.


Muraqabah

Muraqabah al-Ahadiyah
Murayabah al-Ma’iyah
Muruqabuh al-Aqrabiyah
Muraqabah al-Muhabbati fi Da’irat Ulu;
Muraqabah al-Muhabbati fi Da’irat Tsaniyah
Muruqabah al-Mahabbut fi Qawsi
Muraqabah wilayat al-’Uly
Muruqabah Kamalut Nubuwwah
Muraqabah Kamalat Risalah
Muraqaboh Kamalat Uli al-’Azm.
Muraqabah al-Mahabbat Da’irat Khullu
Muruqabah Da’iru, Mahabbat Syarfat Hiya Haqiqat Sayyidina Musa
Muraqabah al-Zatiyah al-Mumtazijah bi Mahabbat wa Hiya Haqiqat Muhammadiya
Muraqabah Mahbubiyat as-Syarfat wa Hiya Haqiqat Ahmadiyyah
Muraqabah Hubb al-Syirf
Muraqabah La Ta’ayyun
Muraqabah Haqiqat al-Ka’bah
Muraqabah Haqiqat al-Qur’an
Muraqabah Haqiqat al-Sholat

Ahmad Khatib Al-Minangkabawi dari Mekah untuk Indonesia



SEPULANG sekolah Ahmad Khatib al-Minangkabawi selalu belajar ilmu mabadi’ atau dasar-dasar ilmu agama Islam kepada ayahnya, Abdul Latif, selain mendaras Al quran. Di usia 9 tahun, Pada 1871 Ahmad berhasil berhasil menyelesaikan pendidikan formal di Kweekschool.

Tak berselang lama, sang ayah mengajaknya pergi jauh ke tanah Arab untuk menunaikan ibadah Haji. Ibadah selesai. Abdul Latif pulang ke ranah Minang, sedangkan Ahmad tinggal untuk menuntut ilmu dan menyelesaikan hafalan Al quran.

Di Mekah, Syaikh Khatib banyak berguru kepada ulama-ulama besar. Sikap elok yang dimilikinya membuat para ulama senang mengguruinya. "Ia adalah santri teladan dalam semangat, kesungguhan, dan ketekunan dalam menuntut ilmu," tulis Umar ‘Abdul Jabbar rahimahullah dalam Siyar wa Tarajim hal. 38-39.

Banyak ilmu sudah dikunyahnya di Arab Saudi sana. Terbukti, dari petualangannya di sana Syaikh Khatib sudah menjadi pakar beberapa ilmu, seperti hukum waris, ilmu falak, geometri, trigonometri, hingga teologi. Namun, Syaikh Khatib lebih dikenal dengan ilmu mazhab Syafi’i-nya.

Kisah Menjadi Imam Besar Masjidil Haram

Keteladanannya dalam menuntut ilmu berbuah manis. Syaikh Khatib diangkatnya menjadi imam dan khathib sekaligus staf pengajar di Masjidil Haram. Jabatan ini hanya diperuntukkan orang-orang yang memiliki keilmuan yang tinggi.

Syaikh Khatib diangkat menjadi staf pengajar di Masjidil Haram karena perannya meluruskan bacaan imam yang salah saat salat. "Suatu ketika dalam sebuah salat berjamaah yang diimami langsung Syarif ‘Aunur Rafiq. Di tengah salat, ternyata ada bacaan imam yang salah, mengetahui itu Syaikh Khatib membetulkan bacaan imam," tulis Hamka dalam Ayahku, Riwayat Hidup Dr. ‘Abdul Karim Amrullah dan Perjuangan Kaum Agama di Sumatera.

Usai salat, Syarif ‘Aunur Rafiq bertanya siapa gerangan yang telah membenarkan bacaannya tadi. Lalu ditunjukkannya Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah yang tak lain adalah menantu sahabat karibnya, Shalih Al Kurdi, yang terkenal dengan keshalihan dan kecerdasannya itu. Akhirnya Syarif ‘Aunur Rafiq mengangkat Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah sebagai imam dan khathib Masjid Al Haram untuk mazhab Syafi’i.

Namun, ada juga pendapat lain tentang pengangkatan Syaikh Khatib menjadi staf pengajar di Masjidil Haram. Umar Abdul Jabbar mengatakan, Syaikh Khatib diangkat menjadi imam berkat permintaan Shalih Al Kurdi, sang mertua, kepada Syarif ‘Aunur Rafiq.