Rabu, 03 Agustus 2016

KHUTBAH TERAKHIR NABI MUHAMMAD SAW

9 ZULHIJJAH TAHUN 10 HIJRAH, DI LEMBAH URANAH, GUNUNG 'ARAFAH

"Wahai manusia dengarlah baik-baik apa yang hendak ku katakan !!! Aku tidak mengetahui apakah aku dapat bertemu lagi dengan kamu semua selepas tahun ini. Oleh itu dengarlah dengan teliti kata-kataku ini dan sampaikanlah ia kepada orang-orang yang tidak dapat hadir di sini pada hari ini.

Wahai manusia, sepertimana kamu menganggap bulan ini dan kota ini sebagai suci maka anggaplah jiwa dan harta setiap orang Muslim sebagai amanah suci. Kembalikan harta yang diamanahkan kepada kamu kepada pemiliknya yang berhak.

Janganlah kamu sakiti sesiapapun agar orang lain tidak menyakiti kamu pula. Ingatlah bahwa sesungguhnya kamu akan menemui Tuhan kamu dan Dia pasti akan membuat perhitungan atas segala amalan kamu. Allah telah mengharamkan riba', oleh itu segala urusan yang melibatkan riba' hendaklah dibatalkan mulai sekarang.

Berwaspadalah terhadap syaitan demi keselamatan agama kamu. Dia telah berputus asa untuk menyesatkan kamu dalam perkara-perkara besar maka berjaga-jagalah supaya kamu tidak mengikutinya dalam perkara-perkara kecil.

Wahai manusia, sebagaimana kamu mempunyai hak atas para isteri kamu, mereka juga mempunyai atas kamu. Sekiranya mereka menyempurnakan mereka ke atas kamu maka mereka juga berhak untuk diberi makan dan pakaian dalam suasana kasih sayang.

Layanilah wanita-wanita kamu dengan baik! dan berlemah lembutlah terhadap mereka kerana sesungguhnya mereka adalah teman dan pembantu kamu yang setia. Dan hak kamu ke atas mereka ialah mereka sama sekali tidak boleh memasukkan orang yang kamu tidak sukai ke dalam rumah kamu dan dilarang melakukan zina.

Wahai manusia, dengarlah bersungguh-sungguh kata-kataku ini. Sembahlah Allah, dirikanlah solat lima kali sehari, berpuasalah di Bulan Ramadhan, tunaikanlah zakat dan harta kekayaan kamu dan kerjakanlah ibadah haji sekiranya mampu.

Ketahuilah bahawa setiap Muslim adalah saudara kepada Muslim yang lain. Kamu semua adalah sama; tidak ada seorangpun yang lebih mulia dari yang lainnya kecuali dalam taqwa dan amal soleh.

Ingatlah bahawa kamu akan mengadap Allah pada suatu hari untuk dipertanggungjawabkan atas segala apa yang telah kamu lakukan. Oleh itu, awasilah tindak-tanduk kamu agar jangan sekali-kali kamu terkeluar dari landasan kebenaran selepas ketiadaanku.

Wahai manusia, tidak ada lagi Nabi atau Rasul yang akan datang selepasku dan tidak akan lahir agama baru. Oleh itu wahai manusia, nilailah dengan betul dan fahamilah kata-kataku yang telah disampaikan kepada kamu.

Sesungguhnya aku tinggalkan kepada kamu dua perkara yang sekiranya kamu berpegang teguh dan mengikuti kedua-duanya nescaya kamu tidak akan tersesat selama-lamanya. Itulah Al-Quran dan Sunnahku.

Hendaklah orang-orang yang mendengar ucapanku ini menyampaikannya pula kepada orang lain dan hendaklah orang yang lain itu menyampaikannya pula kepada orang lain dan begitu seterusnya.

Semoga orang yang terakhir yang menerimanya lebih memahami kata-kataku ini dari mereka yang mendengar terus dariku. Saksikanlah Ya Allah, bahawasanya aku telah sampaikan risalah-Mu kepada hamba-hamba- Mu. "


ADITYA RIZA PRADANA

BRAHUL DOT COM

ASSHIDDIQIYAH 06 SERPONG

Griya Suradita Indah

MALAM PUNCAK HUT RI KE-73 ( GSI RT 08 )

Murottal Al Quran Ali Abdur-Rahman al-Huthaify

aditya riza pradana

Gepeng Tea

Album Sings Legends 2016

LUCU DOT COM

Dangdut Sings Legends

Favorit





adit-rakhilpasha.blogspot.com
kutipan : http://www.islam2u.net/

Senin, 04 Juli 2016

Wafatnya Tsa’labah bin Abdurrahman


Seorang pemuda dari kaum Anshar yang bernama Tsa'labah bin Abdurrahman telah masuk Islam. Dia sangat setia melayani Rasulullah SAW. Suatu ketika Rasulullah SAW mengutusnya untuk suatu keperluan. Dalam perjalanannya dia melalui rumah salah seorang dari Anshar, maka terlihat dirinya seorang wanita Anshar yang sedang mandi. Dia takut akan turun wahyu kepada Rasulullah SAW menyangkut perbuatannya itu. Maka dia pun pergi kabur. Dia menuju ke sebuah gunung yang berada di antara Mekkah dan Madinah dan terus mendakinya.
Selama empat puluh hari Rasulullah SAW kehilangan dia. Lalu Jibril AS turun kepada Nabi SAW dan berkata, "Wahai Muhammad! Sesungguhnya Tuhanmu menyampaikan salam buatmu dan berfirman kepadamu, "Sesungguhnya seorang laki-laki dari umatmu berada di gunung ini sedang memohon perlindungan kepada-Ku."Maka Nabi SAW berkata, "Wahai Umar dan Salman! Pergilah cari Tsa'laba bin Aburrahman, lalu bawa kemari." Keduanya pun lalu pergi menyusuri perbukitan Madinah. Dalam pencariannya itu mereka bertemu dengan salah seorang penggembala Madinah yang bernama Dzufafah. Umar bertanya kepadanya, "Apakah engkau tahu seorang pemuda di antara perbukitan ini?" Penggembala itu menjawab, "Jangan-jangan yang engkau maksud seorang laki-laki yang lari dari neraka Jahanam?" "Bagaimana engkau tahu bahwa dia lari dari neraka Jahanam?" tanya Umar. Dzaufafah menjawab, "karena, apabila malam telah tiba, dia keluar kepada kami dari perbukitan ini dengan meletakkan tangannya di atas kepalanya sambil berkata, "Mengapa tidak cabut saja nyawaku dan Engkau binasakan tubuhku, dan tidak membiarkan aku menanti keputusan!" "Ya, dialah yang kami maksud," tegas Umar. Akhirnya mereka bertiga pergi bersama-sama. Ketika malam menjelang, keluarlah dia dari antara perbukitan itu dengan meletakkan tangannya di atas kepalanya sambil berkata, "Wahai, seandainya saja Engkau cabut nyawaku dan Engkau binasakan tubuhku, dan tidak membiarkan aku menanti-nanti keputusan!" Lalu Umar menghampirinya dan mendekapnya. Tsa'labah berkata, "Wahai Umar! Apakah Rasulullah telah mengetahui dosaku?" "Aku tidak tahu, yang jelas kemarin beliau menyebut-nyebut namamu lalu mengutus aku dan Salman untuk mencarimu." Tsa'labah berkata, "Wahai Umar! Jangan kau bawa aku menghadap beliau kecuali dia dalam keadaan sholat"Ketika mereka menemukan Rasulullah SAW tengah melakukan sholat, Umar dan Salman segera mengisi shaf. Tatkala Tsa'laba mendengar bacaan Nabi saw, dia tersungkur pingsan. Setelah Nabi mengucapkan salam, beliau bersabda, "Wahai Umar! Salman! Apakah yang telah kau lakukan Tsa'labah?" Keduanya menjawab, "Ini dia, wahai Rasulullah saw!" Maka Rasulullah berdiri dan menggerak-gerakkan Tsa'labah yang membuatnya tersadar. Rasulullah SAW berkata kepadanya, "Mengapa engkau menghilang dariku?" Tsa'labah menjawab, "Dosaku, ya Rasulullah!" Beliau mengatakan, "Bukankah telah kuajarkan kepadamu suatu ayat yang dapat menghapus dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan?" "Benar, wahai Rasulullah.

" Rasulullah SAW bersabda,
 "Katakan•Ya Tuhan kami, berilah kami sebahagian di dunia dan di akhirat serta peliharalah kami dari azab neraka." (QS Al-Baqarah:201)

Tsa'labah berkata, "Dosaku, wahai Rasulullah, sangat besar." Beliau bersabda,"Akan tetapi kalamullah lebih besar." Kemudian Rasulullah menyusul agar pulang ke rumahnya. Di rumah dia jatuh sakit selama delapan hari. Mendengar Tsa'labah sakit, Salman pun datang menghadap Rasulullah SAW lalu berkata, "Wahai Rasulullah! Masihkah engkau mengingat Tsa'labah? Dia sekarang sedang sakit keras." Maka Rasulullah SAW datang menemuinya dan meletakkan kepala Tsa'labah di atas pangkuan beliau. Akan tetapi Tsa'labah menyingkirkan kepalanya dari pangkuan beliau."Mengapa engkau singkirkan kepalamu dari pangkuanku?" tanya Rasulullah SAW. "Karena penuh dengan dosa." Jawabnya. Beliau bertanya lagi, "Bagaimana yang engkau rasakan?" "Seperti dikerubuti semut pada tulang, daging, dan kulitku." Jawab Tsa'labah. Beliau bertanya, "Apa yang kau inginkan?" "Ampunan Tuhanku," Jawabnya.Maka turunlah Jibril as. dan berkata, "Wahai Muhammad! Sesungguhnya Tuhanmu mengucapkan salam untukmu dan berfirman kepadamu, "Kalau saja hamba-Ku ini menemui Aku dengan membawa sepenuh bumi kesalahan, niscaya Aku akan temui dia dengan ampunan sepenuh itu pula." Maka segera Rasulullah SAW memberitahukan hal itu kepadanya. Mendengar berita itu, terpekiklah Tsa'labah dan langsung ia meninggal.
Lalu Rasulullah SAW memerintahkan agar Tsa'labah segera dimandikan dan dikafani. Ketika telah selesai disholatkan, Rasulullah SAW berjalan sambil berjingkat-jingkat. Setelah selesai pemakamannya, para sahabat berkata, "Wahai Rasulullah! Kami lihat engkau berjalan sambil berjingkat-jingkat." Beliau bersabda, "Demi Zat yang telah mengutus aku sebagai seorang nabi yang sebenarnya! karena, banyaknya malaikat yang turut menziarahi Tsa'labah."

7_2016

ADITYA RIZA PRADANA

BRAHUL DOT COM

ASSHIDDIQIYAH 06 SERPONG

Griya Suradita Indah

MALAM PUNCAK HUT RI KE-73 ( GSI RT 08 )

Murottal Al Quran Ali Abdur-Rahman al-Huthaify

aditya riza pradana

Gepeng Tea

Album Sings Legends 2016

LUCU DOT COM

Dangdut Sings Legends

Favorit


Sabtu, 02 Juli 2016

Banyak Berbagi,
Bikin Hidup Lebih Sehat!
DARI PADA PELIT, KIKIR BIN MEDIT



Sebuah studi yang baru saja dipublikasikan di jurnal Appetite mengaitkan hubungan antara berbagi makanan saat masih kecil dengan perilaku tidak egois saat dewasa. Hasilnya, orang yang suka berbagi makanan dengan keluarga cenderung lebih altruistik (tidak mementingkan diri sendiri).
Dalam riset ini, peneliti University of Antwerp, Belgia melakukan survei terhadap 466 pelajar. Setiap partisipan ditanya seberapa sering mereka makan di rumah ketika masih anak-anak dan perilaku prososial (altruistik) mereka saat ini.
Hasilnya cukup mengejutkan, mereka yang lebih sering makan bersama orang lain serta berbagi makanan lebih banyak melakukan perbuatan baik di masa remajanya. Mulai dari menawarkan kursi di transportasi umum, membantu teman, sampai menjadi relawan.
Menurut Charlotte De Backer, pemimpin penelitian, berbagi makanan membuat orang berpikir tentang keadilan. “Berbagi makanan mengajarkan tentang keadilan, melayani, tidak mengambil makanan sesuai keinginan,” terang De Backer seperti dilansir laman TIME pada Selasa (11/11/2014).

“Warm Glow” Effect




Secara fisik berbagi dan bermurah hati terlihat merugikan. Namun fakta lain justru sebaliknya. Sebelum ini, peneliti sudah menemukan istilah “warm-glow-effect’, sebuah fenomena ekonomi yang pernah dijelaskan oleh James Andreoni tahun 1989, dimana menunjukkan orang yang beramal, berbagi dan bermurah hati justru berdampak positif atas kemurahan hati mereka atau disebut “warm-glow effect” (efek-cahaya pemberi). Perasaan positif ini didapatkan atas tindakannya memberi atau membantu orang lain.

Studi tahun 2006 oleh Jorge Moll dari National Institutes of Health menemukan bahwa ketika seseorang melakukan donasi kepada suatu yayasan, beberapa area di otak yang terkait dengan kenyamanan, koneksi sosial, dan rasa percaya turut aktif dan menciptakan efek “warm glow”.  Para peneliti juga percaya bahwa ketika melakukan tindakan altruistik, otak akan melepaskan endorfin, memproduksi perasaan positif yang disebut “helper’s high.” Fenomena tersebut dapat terjadi karena ketika menolong orang, otak memproduksi hormon dopamine (yang memberi perasaan bahagia dan keyakinan bahwa yang kita lakukan adalah hal yang benar) serta hormon oxytocin yang dikenal dapat mengurangi stres, meningkatkan fungsi imunitas, dan mengembangkan rasa percaya dalam interaksi antar manusia.

Banyak penelitian menunjukkan sikap dermawan ternyata berkorelasi dengan kesehatan. Salah satunya adalah penelitian Stephanie Post yang dimuat dalam bukunya, Why Good Things Happen To Good People, yang menyatakan bahwa berbagi dengan sesama dapat meningkatkan kesehatan penderita penyakit kronis seperti HIV. Studi lainnya yang terkait dilakukan oleh Stephanie Brown dari University of Michigan pada tahun 2003 terhadap beberapa pasangan manula. Dalam penelitian tersebut, Stephanie menemukan bahwa manula yang menolong tetangga, teman, dan saudara, ataupun yang memberikan dukungan secara emosional kepada pasangannya, ternyata memiliki risiko lebih rendah untuk meninggal dunia di 5 tahun ke depan, dibandingkan dengan manula yang tidak memberikan bantuan praktikal maupun emosional kepada sesama. [Obat yang Lebih Manjur: Saling Berbagi!, www.blogdokter.net, Sep 19, 2012]

Menolak 70 Macam Bencana
Sebelum para peneliti menemukan bukti manfaat bermurah hati dan berbagi pada sesama, Islam telah menganjurkan umatnya untuk menafkahkan harta kepada orang lain dalam bentuk infaq, zakat dan shadaqah. Bedanya infaq/zakat/shadaqah melibatkan perintah karena Allah, sedangnya bermurah hati saja bagi orang Barat tidak melibatkan Allah Subhanahu Wata’ala.


آَمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَأَنْفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُسْتَخْلَفِينَ فِيهِ فَالَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَأَنْفَقُوا لَهُمْ أَجْرٌ كَبِيرٌ


“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.” (QS: Al Hadiid: 7)
Al Qurthubi menjelaskan, “Ayat ini merupakan dalil bahwa pada hakekatnya harta itu milik Allah. Hamba tidaklah memiliki apa-apa melainkan apa yang Allah ridhoi. Siapa saja yang menginfakkan harta pada jalan Allah, maka itu sama halnya dengan seseorang yang mengeluarkan harta orang lain dengan seizinnya. Dari situ, ia akan mendapatkan pahala yang melimpah dan amat banyak.” [Dalam Tafsir Al Qurthubi, Jaami’ Li Ahkamil Qur’an].
Dalam Islam, berbagi dan bersedekah justru manfaatnya lebih luas dibanding hasil penelitan di atas. Setidaknya ada empat manfaat sedekah yang sering dikutip Rasulullah; Pertama, membukakan pintu rezeki, kedua, mengobati orang sakit, ketiga, mampu meredakan kemarahan Allah dan mengurangi kesakitan saat sakaratul maut dan terkhiar sedekah mampu menjadi ‘naungan’ di hari kiamat. [baca: Bersedekalah Agar Terhindar Musibah]
“Sesungguhnya tidak akan berkurang harta yang disedekahkan, kecuali bertambah dan bertambah.” (HR. Tirmidzi).
Rasulullah Shallahu ‘alaihi Wassallam bersabda: “Sedekah dapat menolak 70 macam bencana, yang paling ringan diantara bencana itu adalah penyakit kusta dan sopak.” (HR. Thabrani).
“Hiasilah waktu pagimu dengan sedekah, niscaya bala’ tidak menghampiri.” (at – Targhin wa at – Targhib 2/20,39).
“Obatilah orang yang sakit diantara kalian dengan sedekah.” (HR. Thabrani dan Baihaki).*

Rep: Muhsin
Editor:
http://www.hidayatullah.com

ADITYA RIZA PRADANA

BRAHUL DOT COM

ASSHIDDIQIYAH 06 SERPONG

Griya Suradita Indah

MALAM PUNCAK HUT RI KE-73 ( GSI RT 08 )

Murottal Al Quran Ali Abdur-Rahman al-Huthaify

aditya riza pradana

Gepeng Tea

Album Sings Legends 2016

LUCU DOT COM

Dangdut Sings Legends

Favorit




7_2016
adit-rakhilpasha.blogspot.com






Sabtu, 07 Mei 2016

AROGAN adalah Rayap Keangkuhan


وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالا فَخُورًا

“Dan sembahlah Allah, dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan susuatu pun, dan berbuat baiklah pada ibu-bapak, kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, orang-orang yang sedang dalam perjalanan, dan budak-budak kamu. Sesungguhnya Allah tidak suka pada orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Q.S. An-Nisa: 36)

Sempitnya wawasan sangat berperan dalam terciptanya penyakit yang satu ini. “Bagai katak dalam tempurung” adalah ungkapan yang tepat untuk menggambarkan manusia yang pongah dan mengagumi diri sendiri.

Sikap arogan dapat menutup mata hati dalam menerima yang haq. Kesombongan menjadikan manusia ingkar terhadap kebenaran --walau berasal dari penciptanya sekalipun--, hingga Allah mengunci mati hati mereka. Kalau kita membuka lembaran kitab suci Al Qur’an, akan kita dapati kisah salah satu makhluk Allah yang diberi gelar iblis. Ia membangkang perintah Allah untuk bersujud kepada Adam.

Hal itu dilakukannya tiada lain karena sifat congkak dan takabur. Iblis merasa lebih baik daripada Adam, lebih mulia, lebih dahulu diciptakan, lebih…, lebih…, dan lebih. Itulah yang menyebabkannya enggan melaksanakan perintah Allah. “Allah berfirman,

قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلا تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ

Allah berfirman: "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu aku menyuruhmu?" Menjawab iblis "Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang Dia Engkau ciptakan dari tanah". (QS.Al A’raf :12)

Manusia diperintahkan untuk melakukan segala sesuatu sebaik mungkin, berbuat yang terbaik. Sudah sepantasnya bila seorang muslim selalu ingin berbuat lebih baik daripada yang dilakukan orang lain karena Islam memang mengajarkan demikian (fastabiqul khairat).
Berbuat lebih baik atau bahkan menjadi yang terbaik tidaklah sama dengan merasa lebih baik atau merasa paling baik. Keduanya sangatlah berlawanan. Idealnya, bisa menjadi yang terbaik tanpa merasa lebih daripada yang lain.

Ketika perasaan “lebih” telah hinggap dalam diri manusia, tak dapat dipungkiri benih-benih keangkuhan mulai mengembang. Perasaan “lebih” ini dapat menghinggapi siapapun, tanpa kecuali. Anak, orang tua, dosen, karyawan, pejabat, atau siapapun itu, semuanya rentan terjangkit virus “merasa lebih” ini.

Singkat kata, apapun predikat yang disandangnya, anak adam tak kan lepas dari incaran penyakit hati yang satu ini. Ujung dari perasaan “lebih” adalah kesombongan yang apabila terus dipupuk dan tidak segera diobati dapat menyebabkan hati terkunci, akal terbelenggu, tak mau dan tak dapat menerima kebenaran.
Saran dan kritik yang ditujukan padanya dianggap angin lalu karena merasa dirinyalah yang paling pintar, paling benar. Lebih jauh lagi, masukan dan saran dipersepsikan sedemikian rupa sehingga kritikan akan dianggap sebagai upaya untuk mempermalukan dan menjatuhkan dirinya.
Seorang anak yang sudah merasa lebih pandai daripada orang tuanya akan bersikap cuek terhadap nasihat yang diberikan ibu-bapaknya. Apatah lagi yang namanya tatakrama, entah pada nomor urut berapa ia simpan dalam memorinya.

Padahal, Islam jelas-jelas memberikan peringatan kepada anak untuk memperlakukan orang tua dengan baik. Begitu pula sebaliknya, orang tua yang memupuk sifat “merasa lebih” akan selalu bertindak sekehendak hatinya tanpa mempedulikan saran atau masukan dari anaknya.
Pada saat anak memberikan pendapatnya, tak jarang orang tua menepis argumen si anak dengan sindiran, “Bapakmu ini sudah lebih dulu makan garam” atau dengan ungkapan yang lebih menyakitkan, “Anak kemarin sore”, “bau kencur”, dan segudang stigma lainnya yang menggambarkan sikap apriori orang tua terhadap anak.

Seorang dosen yang telah dihinggapi benih-benih arogansi, tak kan sudi mendengarkan kritikan dari murid-muridnya. Ia merasa ilmunya sudah sangat mumpuni, mustahil murid-muridnya bisa berpendapat lebih baik daripada dirinya.

Seorang karyawan yang tidak segera membunuh sifat merasa lebih baik, virus arogansi akan sangat cepat menyebar dalam hati dan kepalanya. Ia akan bersikap angkuh, menganggap rekan kerjanya tak dapat diandalkan, merasa dirinya sendiri yang profesional dan intelek, sementara yang lain tak mampu, bodoh, dan malas.

Tak sedikitpun sisi positif (dari rekan-rekan kerjanya) tampak dalam pandangannya, semuanya dinilai negatif, sehingga api keangkuhan semakin membara dalam dirinya. Lebih jauh lagi, mental penjilat dan mencari muka akan berakar pula dalam hatinya sebagai efek dari virus arogansi yang semakin merajalela karena tak ada upaya melenyapkannya.

Begitu pula halnya dengan pejabat. Seorang pejabat yang merasa dirinya paling baik, tidak akan mempan dengan kritik ataupun saran. Semua masukan dianggapnya buruk, kuno, dan tidak bermutu. Kritikan pun selalu dipersepsikan dengan tafsiran yang tidak pada tempatnya.

Begitulah, bila perasaan lebih baik ataupun perasaan paling baik telah mendominasi hati kita. Kita tak kan lagi peka terhadap pendapat teman kita, tak kan lagi senang bila diingatkan sahabat kita, malahan akan sangat muak bila menerima masukan, dari orang yang kita cintai sekalipun.

Ingatkah kisah Fir’aun? Konon, awalnya tidak se-nista itu. Tetapi kemudian, kekuasaan yang ia pegang menjadi pupuk penyubur virus arogansi yang menyusupi hatinya. Singkat cerita, secara cepat virus tersebut tak lagi memberikan ruang di hatinya selain untuk keangkuhan, sehingga dengan penuh “percaya diri” ia memproklamasikan dirinya sebagai Tuhan.

Bila benih arogansi tidak secepatnya kita hapuskan, yakinlah keangkuhan akan semakin tumbuh subur dalam hati. Cahaya kebenaran akan semakin memudar, buram, dan untuk selanjutnya tak setitikpun cahaya dapat memasuki hati manusia yang selalu memupuk kepongahannya. Imbas dari keangkuhan itu akan sangat luas, baik terhadap kehidupan pribadi ataupun kemasyarakatan, dan tentunya terhadap hubungan kita dengan Allah, seperti terungkap dalam Surat Luqman ayat ke-18, 

وَلا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلا تَمْشِ فِي الأرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ

“dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.”

Betapa besar kebencian Allah pada orang-orang yang angkuh, sehingga Allah menjanjikan kepada mereka neraka jahannam sebagai tempat kembalinya.

فَادْخُلُوا أَبْوَابَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا فَلَبِئْسَ مَثْوَى الْمُتَكَبِّرِينَ

“Maka masukilah pintu-pintu jahannam, kekal di dalamnya. Maka itulah seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang sombong.” (Q.S. An-Nahl: 29).

Sungguh bijak bila kita selalu menyempatkan diri untuk merenungkan betapa dahsyatnya kehinaan yang akan ditimpakan Allah pada makhluknya yang pongah dan selalu membangga-banggakan diri. Ya, merenungi kehinaan yang akan ditimpakan pada orang-orang angkuh tampaknya sudah harus dijadikan kebutuhan dalam mengarungi samudra kehidupan.
Pada saat-saat tertentu, ketika sukses berada dalam genggaman, ketika posisi menguntungkan, ketika mendapatkan kepercayaan, ketika banyak orang memuji dan menyanjung, tanpa terasa perasaan “lebih” mulai merasuki hati dan pikiran kita, sehingga virus arogansi secepat kilat akan meracuni tingkah polah kita.

Tanpa terasa pula sikap kita semakin jauh dari akhlak al karimah (akhlak yang terpuji) karena dominasi kepongahan yang dari detik ke detik semakin bertambah besar dan kokoh mendiami hati kita.
Masya Allah
.....................
Oleh: A. Ramdan Ghazali

5_2016
adit-rakhilalya.blogspot.com