Rabu, 18 Maret 2020
Selasa, 05 November 2019
10 Nama Sahabat Nabi Muhammad SAW
Berikut ini adalah daftar nama sahabat nabi yang dalam
sejarah tercatat sebagai orang-orang yang dijamin masuk surga.
1. Abu Bakar Ash-Shiddiq
Beliau merupakan khalifah pertama setelah Rasulullah wafat.
Sejarah juga mencatat bahwa beliau adalah laki-laki pertama yang memeluk Islam.
Abu Bakar Ash Shiddiq wafat pada usia 63 tahun.
2. Umar bin Khattab
Umar merupakan khalifah kedua setelah Abu Bakar wafat.
Sebelum mememluk Islam, beliau merupakan musuh yang sangat ditakuti karena
kekuatan dan kepemimpinannya. Setelah memeluk Islam, beliau menjadi salah satu
sahabat nabi yang menjadi benteng umat Islam yang sangat kokoh.
3. Utsman bin ‘Affan
Utsman adalah khalifah ketiga setelah Umar syahid. Pada masa
pemerintahannya Qur’an mulai dikumpulkan menjadi satu.
4. Ali bin Abi Thalib
Ali merupakan khalifah keempat sekaligus sepupu Nabi
Muhammad. Nantinya beliau juga menjadi menantu nabi karena menikah denga
Fatimah Az Zahra. Beliau adalah orang yang pertama masuk Islam dari golongan
anak-anak.
5. Abu ‘Ubaidah bin Jarrah
Beliau memiliki nama lengkap Amir bin Abdullah bin Jarrah Al
Fihry Al Quraisy yang lebih dikenal dengan nama Abu Ubaidah. Abu Ubaidah termasuk golongan pertama yang
masuk Islam atas peran Abu Bakar.
6. Sa’ad bin Abi Waqqash
Sa’ad memeluk Islam pada usia 17 tahun atas peran Abu Bakar.
Nasab Sa’ad terhubung kepada Nabi melalui jalur ibu Nabi. Ayah sa’ad yang
bernama Malik adalah paman dari Aminah, ibunda Nabi Muhammad.
Selain itu, Malik juga merupakan paman dari Hamzah bin Abdul
Muththalib. Sehingga secara nasab, Sa’ad termasuk yang terhormat dan mulia.
7. Abdurrahman bin ‘Auf
Abdurrahman bin Auf merupakan sahabat nabi yang kaya raya dan
sangat dermawan. Beliau masuk Islam atas peran Abu Bakar.
8. Thalhah bin Ubaidillah
Thalhah masuk Islam atas peran Abu Bakar. Sebelum masuk
Islam, ketika baliau sedang berdagang ke Syam, beliau diberi kabar oleh pendeta
dari Bushro akan datangnya kenabian Muhammad shallalhu’alaihi wasallam.
Thalhah selalu ikut berperang kecuali pada perang badar. Pada
saat perang badar terjadi, beliau diberikan tugas khusus oleh Rasulullah untuk
memata-matai di tempat lain.
Kejadian yang menjadi salah satu yang dikenang adalah ketika
perang Uhud. Thalhah dengan gagah berani melindungi semua serangan musuh yang
ingin menyerang Nabi Muhammad hingga terluka parah.
9. Zubair bin Awwam
Zubair memiliki nasab Zubair bin Awwam bin Khuwailid bin Asad
bin Abdul Uzza bin Qushay bin Kilab Al Quraisyi. Beliau merupakan keponakan
dari ibunda Khadijah. Sedangkan Ibunya adalah Shafiyyah binti Abdul Muththalib
yang merupakan bibi Nabi Muhammad.
Diantara keistimewaan sahabat nabi ini adalah beliau ikut
hijrah sebanyak dua kali dan menikah dengan Asma’ binti Abu Bakar dan
dianugerahi anak-anak yang tangguh.
10. Sa’id bin Zaid
Sa’id bin Zaid bersama istrinya, fathimah binti Khaththab
langusung masuk islam begitu mendengar bahwa Muhammad telah diutus menjadi
Rasul. Setelah masuk Islam, mereka pun menyembunyikan identitas keislamannya.
Dari mereka berdualah Umar bin Khaththab kemudian mendapat
hidayah untuk memeluk Islam.
Nama Sahabat Nabi Pembesar Islam dan Para Syuhada’
1. Khalid bin Walid
Nama lengkap Khalid adalah Khalid bin Walid bin Abdullah bin
Umar bin Makhzum Al Quraisyi. Beliau memiliki gelar Saifullah Al Maslul (pedang
Allah yang terhunus). Umur Khalid bin Walid adalah sektar 13 tahun lebih muda
dari pada Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam.
Khalid berasal dari bani Makhzum dan merupakan kelompok yang
mempunyai tugas-tugas penting. Jika terjadi peperangan, bani Makhzum lah yang
mengurus gudang senjata berupa alat perang, kuda-kuda perang, dan lainnya.
Sebelum masuk islam, Khalid bin Walid merupakan panglima
perang pasukan Quraisy. Salah satu perang yang beliau menangkan adalah perang
melawan kaum muslimin pada perang uhud.
Khalid kemudian masuk islam pada tahun ke 8 Hijriyah saat
terjadinya gencatan senjata yang disepakati dalam perjanjian Hudaibiyah.
Meskipun Khalid bin Walid terlibat pada ratusan pertempuran
yang menghasilkan banyak bekas luka pada tubuhnya, namun beliau tidak meninggal
di medan perang, tempat yang sangat beliau inginkan untuk syahid.
Allah mentakdirkan beliau meninggal diatas kasur pada tahun
21 Hijriyah di kota Homs, Suriah.
2. Hamzah bin ‘Abdul Muththalib
Beliau merupakan paman Nabi yang memiliki lengkap Hamzah bin
Abdul Muththalib bin Hasyim bin Abdu Manaf. Hamzah memiliki julukan sebagai
Singa Allah.
Hamzah terbunuh dan syahid pada perang Uhud. Ketika perang
Uhud berlangusng, Hamzah berperang bagaikan singa yang sedang mengamuk. Beliau
dengan gagah berani dan tak terkalahkan menerobos ketengah-tengah pasukan
musuh.
Pasukan musyrikin tercerai berai bagaikan daun-daun kering yang
berterbangan terkena angin.
Yang Membunuh Hamzah adalah seorang budak bernama Wahsyi bin
Harb. Dia memiliki tugas khusus unutk membunuh Hamzah.
Yang menyuruh Wahsy adalah majikannya yang bernama Jubair bin
Muth’im. Jubair memiliki paman bernama Thu’aimah bin Adi yang terbunuh dalam
perang Badar. Wahsy dijanjikan akan dimerdekakan kalau berhasil membunuh Hamzah
sebagai paman Nabi Muhammad.
3. Bilal bin Rabah
Bilal merupakan seorang budak yang lahir 43 tahun sebelum
Hijriyah. Beliau merupakan budak milik Umayyah bin Khalaf, seorang tokoh kafir
penting pada masa itu.
Bilal memiliki kisah mempertahankan aqidah yang sangat
menarik. Beliau termasuk orang yang pertama masuk islam. Beliau mendapatkan
penyiksaan dan kekerasan yang sangat berat lebih dari siapapun saat itu.
Penyiksaan terberat beliau adalah ketika beliau dibaringkan
di padang pasir ditengah terik matahari dan badannya ditindih dengan batu besar
dengan tujuan agar beliau meninggalkan ajaran Nabi Muhammad.
Yang keluar dari mulut Bilal hanyalah kata Ahad…Ahad…Ahad
untuk menegaskan tentang keesaan Allah. Akhirnya beliau dibebaskan oleh Abu
Bakar dengan tebusannya.
4. Anas bin Malik
Anas bin Malik adalah pembantu Rasulullah yang diberikan oleh
ibunya, Ghumaisho’ ketika masih kecil. Sebelumnya beliau telah ditalqin
syahadat oleh ibunya. Saat itu Anas masih berusia 10 tahun.
Anas bin Malik ikut nabi Muhammad hingga Rasulullah wafat.
Kondisi ini sangat dimanfaatkan Anas untuk menimba ilmu dan belajar kehidupan
langsung dengan Rasul.
Karena kedekatan beliau dengan Rasulullah, Anas bin Malik
termasuk tiga sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits, yaitu sebanyak
2.286 hadits.
Beliau secara langsung dido’akan oleh Rasulullah yang
dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan Bukhori dan Muslim yang isinya agar
Allah banyakkan hartanya, banyakkan anaknya, panjangkan umurnya, dan ampuni
dosanya.
5. Amr bin ‘Ash
Nama lengkap beliau adalah Amr bin Ash bin Wail bin hisyam
bin Said bin Sahm Al Quraisyi. Ada perbedaan pendapat kapan waktu beliau masuk
islam, apakah di tahun ke 7 hijriyah atau ke 8 hijriyah.
Beliau merupakan orang yang ditugaskan Umar bin Khattab untuk
membebaskan Mesir dari cengkeraman Romawi.
6. Zaid bin Haritsah
Zaid bin Haritsah awalnya adalah budak dari Khadijah sebelum
beliau menikah dengan Nabi Muhammad. Ketika setelah menikah, kemudian Zaid
dihadiahkan untuk Muhammad sebelum menjadi nabi dan rasul.
Haritsah merupakan kepala salah satu kepala suku yang pada
saat itu mengalami kalah perang. Kemudian Zaid yang djadikan tawanan perang
akhirnya dijual belikan hingga sampai ke tangan Khadijah.
Singkatnya, setelah membangun sukunya kembali, Haritsah
mencari Zaid dan kemudian diketahui beliau berada dalam genggaman Nabi
Muhammad.
Haritsah kemudian menemui Nabi dan bermaksud menebus
anakanya. Tapi Nabi memberikan pilihan kepada Zaid, apabila dia memilih ayahnya
maka akan dibebaskan tanpa sepeser pun.
Tidak disangka Zaid lebih memilih Nabi Muhammad dibandingkan
ayahnya karena keindahan akhlaq Nabi.
Akhirnya, Haritsah sejak saat itu menitipkan Zaid kepada Nabi
Muhammad dan kemudian Nabi Muhammad mengubah nama Zaid menjadi Zaid bin
Muhammad.
Nama tersebut bertahan hingga turunlah wahyu yang tercantum
dalam surat Al-Ahzab ayat 5 yang menerangkan bahwa anak angkat harus tetap
dipanggil dengan nama ayah kandungnya.
Para sahabat memberikan julukan Zaid bin Haritsah sebagai
Hibbin Nabi atau kekasih Nabi, karena Nabi sangat cinta dengan beliau.
7. Abdullah bin Mas’ud
Abdullah bin Mas’ud adalah termasuk dari golongan yang
pertama kali masuk islam yaitu orang ke enam.
Ada salah satu cerita manarik dari Abdullah bin Mas’ud, suatu
ketika beliau memanjat kurma dan kemudian secara tidak sengaja tersingkap
jubahnya sehingga terlihatlah betisnya.
Tertawalah orang-orang yang melihatnya karena betisnya tampak
kurus sekali. Kemudian Nabi bersabda, “Apakah yang kalian tertawakan,
sesungguhnya kaki Abdullah bin Mas’ud lebih berat dari pada gunung uhud pada
timbangan mizan hari kiamat.”
Kita bisa lihat perjuangan Abdullah bin Mas’ud. Ketika orang
tidak berani membaca Qur’an secara keras karena takut oleh musuh-musuh islam
pada saat itu, beliaulah yang pertama kali melantangkan bacaan Qur’annya.
Ketika Nabi Muhammad ingin mendengarkan bacaan Qur’an, beliau
memanggil Abdullah bin Mas’ud untuk membacakannya.
8. Salman Al Farisi
Salman Al Farisi merupakan sahabat yang berasal dari Persia.
Beliau sangat disayangi oleh ayahnya sehingga Salman tidak diizinkan untuk
keluar rumah.
Ayahnya adalah seorang yang bertugas menjaga api tetap
menyala yang digunakan oleh kaum Majusi untuk beribadah.
Suatu saat, Salman keluar rumah untuk mengerjakan suatu hal.
Ditengah jalan beliau melewati gereja dan dibuat kagum dengan ibadah mereka.
Akhirnya beliau dari pagi sampai sore berdiam di gereja hingga lupa kalau
tujuan beliau keluar adalah melakukan perintah ayahnya.
Ketika pulang, beliau cerita kepada ayahnya kalau beliau
lewat ke sebuah gereja dan mengatakan ada agama yang lebih bagus dari agama
yang dianut. Ayahnya dengan tegas mengatakan tidak ada agama yang lebih bagus dari
pada agama yang kita anut.
Suatu ketika Salman mendengar bahwa akan ada kelompok yang
berangkat menuju Syam, sebagai pusat agama nasrani pada saat itu. Dan beliau
akhrirnya berusaha kabur dari rumah dan mengikuti rombongan menuju Syam.
Perjalanan Mencari Hidayah
Setelah sampai di Syam, beliau menemui pendeta dan bermaksud
belajar agama nasrani dan menjadi pembantu di gereja tersebut. Namun ditengah
jalan, beliau mengetahui kalau pendeta tersebut adalah jahat.
Pendeta tersebut menumpulkan harta sedekah untuk dinikmati
sendiri. Ketika pendeta tersebut meninggal, kaumnya bermaksud menguburkannya.
Sebelum itu terjadi, Salman mengabarkan tentang kebobrokan pendeta tersebut.
Akhirnya mayat pendeta tersebut disalip dan dilempari batu.
Setelah itu, terdapat pengganti seorang pendeta yang sholeh.
Ketika pendeta sholeh tersebut mau meninggal, Salman sangat sedih dan berkata
kalau engkau meninggal hendak pergi kemana lagi aku.
Kemudian pendeta tersebut mengabarkan ada pendeta sholeh di
Mosul, Irak. Akhirnya Salman pergi ke Mosul. Hal seperti sebelumnya terjadi
lagi. Sebelum pendeta meninggal, pendeta tersebut mengabarkan ada pendeta
sholeh yang ada di Aljazair (Afrika).
Setelah pergi ke Aljazair, pendeta sholeh yang akan meninggal
tersebut mengabarkan kalau ada pendeta sholeh yang ada di Amurya (Romawi).
Setelah di Romawi, Salman bekerja dan mendapatkan hasil berupa kambing dan
onta.
Menjelang wafatnya pendeta, Salman meminta rekomendasi lagi
perihal harus kemana lagi setelah ini. Namun pendeta tersebut menagatan bahwa
dia tidak tahu ada orang sholeh lagi.
Namun pendeta tersebut mengabarkan akan datangnya seorang
nabi. Kemudian pendeta tersebut mengatakan ciri-cirinya. Nabi tersebut tinggal
di sebuah daerah yang banyak terdapat kurma.
Ciri yang lain adalah nabi tersebut jika diberi sedekah tidak
mau memakannya, namun jika diberi hadiah makan akan diterima. Dan yang terakhir
adalah terdapat tanda kenabian yang terletak pada punggungnya.
Bertemu Nabi Muhammad SAW
Setelah pendeta meninggal, Salman mencari kabilah yang akan
meuju ke Arab. Harapannya beliau diantar hingga ke tempat tersebut dengan imbalan
seluruh hartanya.
Namun ditengah jalan, Salman dikhianati. Semua hewan-hewan
ternaknya diambil dan Salman dijual kepada seorang Yahudi. Dan akhirnya menjadi
budak yahudi tersebut. Setelah beberapa waktu datanglah saudara orang yahudi
dan membeli Salman.
Salman kemudian memiliki majikan yang baru. Yang tidak
disangka, ternyata Majika tersebut tinggal di Madinah. Setelah sampai aAdinah,
Salman senang karena melihat banyak pohon kurma, sesuai dengan ciri yang
dikabarkan pendeta.
Suatu ketika ketika Salman sedang memetik kurma, majikannya
berada dibawahnya. Kemudian datanglah saudarnya mengabarkan bahwa ada orang
yang mengaku nabi baru datang ke kota Madinah. Celakalah bagi kita, katanya.
Setelah turun dari pohon, Salman meminta penjelasan mengenai
kabar tersebut. Karena Salman hanya seorang budak, kemudian dia dimarahi dan
dipukul.
Beberapa waktu kemudian Salman mengumpulkan jatah kurmanya
dan mengendap-endap untuk bertemu Nabi. Setelah bertemu, Salman memberikan
kurma tersebut dengan mengatakan bahwa kurma tersebut sedekah. Kemudian Nabi
menerima dan semuanya dibagikan kepada para sahabatnya.
Selang waktu lagi, Salman kembali menemui nabi unutk
memberikan kurma. Kali ini beliau mengatakan kurma tersebut adalah hadiah. Nabi
pun menerima dan dimakan sedikit, kemudian yang lainnya dibagikan kepada para
sahabat.
Salman pun senang karena sudah dua ciri kenabian yang sudah
terbukti. Kemudian beliau mencari cara bagaimana mana caranya unutk melihat
tanda kenabian yang ketiga.
Suatu hari Nabi sedang di pemakaman unutk memakamkan salah
satu kaum muslimin. Waktu itu Nabi sedang memakai kain unutk menutupi tubuhnya.
Salman kemudian berinisiatif menuju belakang Nabi unutk memastikan tandanya.
Karena Nabi sepertinya sudah mengetahui niat Salman, kemudian
Nabi menyingkapkan kainnya dan terlihatlah tandanya. Salman kemudian memeluk
Nabi sambil menangis karena saking senangnya.
9. Mush’ab bin ‘Umair
Mus’ab bin Umair adalah pemuda Quraisy yang memiki nama
lengkap Mush’ab bin Umair binHasyim bin Abdu Manaf bin Abdud Daar bin Qushay
bin Kilab Al Abdari. Beliau lahir 14 tahun setelah Nabi Muhammad lahir.
Mush’ab adalah pemuda yang tampan dan parlente karena berasal
dari keluarga kaya dan terpandang. Pakaiannya adalah pakaian terbaik saat itu,
dan aroma parfumnya kental sehingga ketika Mush’ab lewat aroma parfumnya masih
tertinggal.
Di tengah kehdupan jahiliyah, Mush’ab mampu memebdakan mana
yang haq dan mana yang batil. Mush’ab dengan sadar memeluk islam dan mendatangi
Nabi Muhammad di rumah Al Arqam.
Mushab merupakan duta besar islam pertama yang dikirim oleh
Rasulullah ke Madinah untuk mengajari penduduk Madinah yang telah memeluk
islam. Selain itu juga menyiapkan Madinah sebagai tempat hijrah Rasulullah dan
kaum muslimin.
10. Ubay bin Ka’ab
Ubay bin Ka’ab adalah sahabat yang berasal dari Anshar.
Beliau disebut sebagai Qari’nya Rasulullah. Sahabat nabi ini memiliki dua nama
kunyah. Yang pertama adalah Abu Mundzir, yang diberikan oleh Nabi, dan yang
kedua adalah Abu Thufail, karena memiliki anak yang bernama Thufail.
Ubay termasuk sahabat yang pertama masuk islam yaitu pada
saat baiat Aqobah yang kedua.
Kemulaiaan Ubay adalah beliau merupakan penulis wahyu pertama
Rasulullah ketika di Madinah. Opsi kedua ketika Ubay tidak ada adalah Zaid bin
Tsabit.
11. Abbas bin Abdul Muththalib
Abbas merupakan paman yang sangat dicintai Nabi Muhammad.
Nabi pernah berkata bahwa Abbas adalah saudara kandung ayahnya, dan barang
siapa yang menyakitinya sama saja dengan menyakitiku.
Pada zaman sebelum islam datang, Abbas adalah pengurus
Masjidil Haram dan melayani kebutuhan makan dan minum para jamaah haji dan
peziarah di tanah suci Mekkah. Karena beliaulah orang yang paling sukses dalam
keturunan Abdul Muththalib.
Hal inilah menjadikan derajat bani Hasyim menjadi tinggi di
kalangan Quraisy Mekkah.
Setelah Islam datang, tradisi mulia ini semakin berkembang
hingga ke Madinah
Dari anak keturunan Abbas inilah yang melahirkan sosok-sosok
tangguh dalam membesarkan islam dalam kekhalifahan Abbasyiyah di Baghdad, Irak.
12. Abu Dzar Al Ghifari
Nama Asli Abu dzar adalah Jundub bin Junadah yang beraasal
dari bani Ghifar. Suatu ketika Abu Dzar membawa sesajen untuk berhala yang diibadahinya
berupa susu kambing.
Ketika sudah berdoa tak lama kemudian ada seekor anjing datang
dan meminum susunya hingga habis. Setelah itu anjing tersebut kencing. Kejadian
ini membuat Abu Dzar termenung dan berpikir.
Kalau unutk menolak mudhorot dirinya (berhala) sendiri saja
tidak bisa, bagaimana bisa menolak mudhorot untuk saya. Maka dari itu Abu Dzar
mengatakan bahwa beliau sudah islam sebelum berjumpa Nabi selama tiga tahun
lamanya.
Hal tersebut artinya sudah ada kecenderungan pada agama
tauhid yang dibawa oleh Nabi meskipun belum ada yang membimbing secara
langsung.
Ketika di Mekkah, beliau disiksa oleh musyrikin Quraisy
karena melantangkan syahadatnya di depan mereka. Kejadian tersebut berualang
kali dan yang selalu meyelamatkan adalah Abbas bin Abdul Muththalib yang pada
waktu itu belum memeluk islam.
Abbas mengatakan bahawa orang ini berasal dari bani Ghifar,
jangan sekali-kali kalaian menyiksa bahakan sampai membunuh. Karena bani Ghifar
adalah menjadi salah satu rute perdagangan kaum musyrikin dan sangat ditakuti.
Abu Dzar merupakan sahabat nabi yang zuhud dan sangat
tawakkal. Beliau tidak tertarik sama sekali dengan dunia.
Ketika masa pemerintahan Utsman bin Affan, Abu Dzar yang
merasa gelisah tentang dunia mengasingkan diri ke Rabadzah dekat dengan Iraq
bersama istrinya hingga beliau wafat.
Ketika sedang sakaratul maut, istrinya sedih. Kemudian Abu
Dzar berkata jangan kau bersedih, ini adalah saat yang kutunggu dimana pernah
dikabarkan oleh Rasulullah.
Abu Dzar berpesan kepada istrinya kalau beliau meninggal
minta diletakkan di pinggir jalan tempat lalu lalang musafir. Ketika beliau meninggal
dan melaksanakan perintah Abu Dzar, ternyata yang sedang lewat adalah rombongan
Abdullah binMas’ud.
Kemudian jenazah tersebut dirawat oleh Abdullah bin Mas’ud
dan beliau teringat perkataan Rasullah bahwa semoga Allah merahmati Abu Dzar,
dia berjalan sendirian, meninggal sendirian, dan dibangktkan dalam kesendirian
pula.
13. Abbad bin Bisyr
Nama sahabat nabi yang lengkap ini adalah ‘Abbad bin Bisyr
memiliki nama lengkap ‘Abbad bin Bisyr bin Waqsyi Al Ashali Al Khazraji. Beliau
lahir pada tahun 33 sebelum hijriyah.
‘Abbad masuk islam
melalui perantara duta besar pertama islam, yaitu Mush’ab bin Umair ketika
Mushab pergi ke Madinah sebagai utusan Rasulullah.
Dikisahkan dalam musnad Ahmad tentang ‘Abbad bin Bisyr. Suatu
ketika Rasulullah pulang dari jihad dan beristirahat pada suatu lembah. Ketika
malam datang, rasulullah meminta dari para sahabat untuk ada yang menjaga.
Ditunjuklah Ammar bin Yasir dan ‘Abbad bin Bisyr. Kemudian
mereka berdua berdiskusi untuk siapa duluan yang berjaga agar tidak mengantuk
dua-duanya ketika menjaga.
Ketika ‘Abbad bertugas menjaga dan Ammar beristirahat, beliau
memutuskan untuk mengisi malamnya dengan sholat. Ketika sedang khusuk dan
menikmati sholatnya, ternyata ada musuh yang sedang mengintai dan melepaskan
anak panah.
Anak panah tersebut kemudian menancap ke tubuh ‘Abbad. Lalu
‘Abbad mencabut anak panah dan melanjutkan sholatnya. Darah sudah mulai
mengucur. Kejadian tersebut terjadi berulang hingga tiga kali dan beliau tetap
melanjutkan sholatnya.
Ketika darah sudah mengucur dan menggenang dimana-mana,
beliau akhirnya membangunkan Ammar dan terkagetlah Ammar. Kemudian Ammar
berkata mengapa engkau tidak membangunkan dari tadi.
‘Abbad menjawab “sesungguhnya saya tidak suka memotong
kenikmatan bersama Qur’an”.
14. Ammar bin Yasir
‘Ammar bin Yasir bin Amir Al Kinani bersama ayah dan ibunya,
Sumayyah, termasuk golongan yang pertama masuk islam. Masuk islamnya
golongan-golongan awal pada awal islam diajarkan mengakibatkan siksaan yang
amat pedih.
Kehidupan Rasulullah adalah dituntun oleh wahyu. Pada
awal-awal islam turun, Rasulullah belum diperintahkan oleh Allah unutk
memberikan perlawanan kepada musuh-musuh Allah. Perintah yang diberikan adalah
sabar dan sabar.
Keluarga ‘Ammar yang miskin yang dianggap rendah oleh para
orang-orang Quraisy saat itu menjadikan mereka menjadi bulan-bulanan bani
Makhzum, yang menyiksa keluarga ‘Ammar.
‘Ammar dan keluarganya disiksa dengan siksaan yang amat pedih
dengan harapan agar mereka semua mau meninggalkan islam. Namun karena keteguhan
iman mereka semua, mereka tetap berpegang teguh pada agama Nabi Muhammad.
Suatu hari rasulullah melewati keluarga ‘Ammar dan mendengar
rintihan Yasir sambil berkata, “Apakah penderitaan ini sepanjang masa?”.
Kemudian Rasulullah berkata, “Bersabarlah wahai keluarga Yasir, Tempat kalian nanti adalah si surga.”
Sumayyah, ibunda ‘Ammar, merupakan syahid pertama dalam
islam. Beliau dibunuh oleh Abu Jahal dengan tombak karena tetap kokoh pendirian
dalam islam.
Beberapa waktu kemudian Yasir, ayahanda ‘Ammar pun syahid
karena tubuhnya sudah tidak kuat menahan beban sakit akibat disiksa kaum
musyrikin.
15. Abdullah bin Umi Maktum
Abdullah bin Umi Maktum adalah salah seorang dari dua muadzin
Nabi Muhammad. Beliau merupakan muadzin ketika sholat subuh dan Bilal bin Rabah
adalah muadzin ketika waktu sholat tahajud yang saat ini jarang kita temui.
Abdullah bin Umi Maktum merupak salah satu sahabat nabi yang
masuk islam pada masa golongan awal. Beliau memiliki kekurangan fisik berupa
buta sejak kecil.
Keistimewaan Abdullah bin Umi maktum adalah beliau sangat
cinta dengan Al-Quran dan suka belajar. Suatu ketika beliau mendatangi Nabi
Muhammad dengan tujuan untuk mendapat ilmu dari Rasul.
Saat itu Rasulullah sedang menghadapi pembesar Quraisy dan mengaharapkan
dari mereka masuk islam sehingga mengabaikan Abdullah bin Umi Maktum. Kemudian
turunlah ayat dari Allah yaitu surat ‘Abasa ayat 1-16.
Inti ayat yang turun tersebut adalah teguran kepada
Rasulullah karena mengabaikan Abdullah bin Umi Maktum.
16. Abu Sa’id Al Khudri
Abu Sa’id Al Khudri memiliki nama asli Sa’ad bin Malik bin
Sinan Al Khazraji. Beliau merupakan orang ketujuh terbanyak yang meriwayatkan
hadits, yaitu sekitar 1.170 hadits. Karena itu, beliau menjadi salah satu
rujukan bagi orang yang ingin belajar islam pada zaman dahulu.
Abu Sa’id lahir 10 tahun sebelum Rasulullah hijrah ke
Madinah. Saat dewasa, Beliau aktif dalam peperangan. Menurut Ibnu Katsir, Abu
Sa’id tercatat mengikuti 12 kali peperangan.
17. Abu Darda’
Nama sahabat nabi yang asli ini adalah Abu Darda’ adalah
‘Uwaimir bin Zaid bin Qais. Beliau merupakan orang yang zuhud dan tidak
berminat pada dunia sebagaimana Salman Al Farisi.
Ada cerita menarik sebagaimana dijelaskan dalam kitab
Riyadhus Shalihin tentang pertemuan antara Salman dan Abu Darda’. Suatu ketika
Salman berkunjung ke rumah Abu Darda’. Keduanya dalam kondisi sedang berpuasa
sunnah.
Abu Darda’ kemudian menyambut Salman sebagaiman sunnah
menyambut tamu dengan menyuguhkan makanan. Salman sangat tahu kebiasaan Abu
Darda’ karena sudah lama dipersaudarakan oleh Rasulullah yaitu beliau suka berpuasa. Kemudian Salman
tidak mau makan kalau Abu Darda’ tidak ikut makan.
Ketika malam datang, Abu Darda’ minta izin untuk menunaikan
sholat malam lebih awal sesuai kebiasannya. Kemudian Salman melarangnya dan
meminta Abu Darda’ tidur.
Ketika Salman sudah mulai tertidur, Abu Darda’ diam-diam
ingin bangun untuk sholat dan disadari oleh Salman. Kemudian beliau diminta
Salman unutk tidur lagi.
Ketika sudah sepertiga malam, Abu Darda’ bangun unutk
menunaikan sholat dan dibiarkan oleh Salman. Kemudian Salamna berkata bahwa
semua memiliki hak, hak Rabb, hak dirimu, dan hak keluargamu, maka penuhilan
semua hak-hak tersebut.
Pagi harinya beliau mengadukan perilaku Salman yang sangat
mengusik hatinya tersebut. Kemudian Rasulullah membenarkan apa yang dikatakan
Salman Al Farisi.
18. Abdurrahman bin Abu Bakar
Abdurrahman bin Abu Bakar adalah adalah salah satu wujud
kepribadian bangsa Arab yang dalam ilmunya. Ketika Abu Bakar masuk islam,
Abdurrahman masih tenggelam dalam kekafiran.
Abdurrahman merupakan sosok yang sangat kokok dan keras
kepala dalam membela berhala-berhala jahiliyahnya.
Pernah ketika perang Badar, sebelum perang dimulai seperti
biasanya akan dilakukan duel satu lawan satu terlebih dahulu. Abdurrahman maju
dari pihak musyrikin dan menantang lawan dari pihak muslimin.
Awalnya Abu Bakar hendak maju meladeni tantangan anaknya
tersebut sebelum dilarang oleh Rasulullah dan para sahabat.
Ketika masuk islam, sebagaimana sebelumnya, kini beliau
menjadi sosok sahabat nabi yang sangat tangguh dalam membela islam. Sejak saai
itu beliau berjuang untuk mengejar ketinggalannya selama ini.
19. Imran bin Hushain
Sahabat Nabi yang satu ini memiliki nama lengkap Imran bin
Hushain bin Ubayd. Beliau masuk islam ketika perang khaibar terjadi pada tahun
7 H.
Pada zaman Umar bin Khattab, beliau diutus ke Bashrah dalam
rangka unutk mengajarkan islam. Hasan Al Bashri dan Ibnu Sirrin pernah berkata
bahwa “Tidak ada seorangpun sahabat Nabi yang pernah diutus ke Bashrah yang
dapat mengungguli Imran bin Hushain.”
20. Hudzaifah bin Yaman
Hudzaifah merupakan sahabat nabi yang ketika perang Khandaq
ditunjuk sebagai mata-mata ke medan musuh. Beliau secara khusus diminta
Rasulullah unutk mencari informasi tentang kondisi musuh apakah menyerah atau
akan melenjutkan perang.
Saat itu kondisinya angin sangat kencang, udara dingin, dan
malam gelap gulita. Hudzaifah diminta tidak melakukan apapun selain mencari
informasi. Setelah sampai di medan musuh, beliau melihat Abu Sufyan pemimpin
Quraisy yang saat itu belum masuk islam.
Dalam hati beliau berkata seandainya saja aku lepaskan anak
panahmu, niscaya akan terbunuhlah Abu Sufyan secara nyata dan kaum muslimin
akan menang. Namun kemudian beliau teringat pesan Nabi untuk hanya mencari
informasi, tidak yang lain.
Setelah mengetahui informasi kalau musuh akan pulang,
Hudzaifah kemudian bergegas kembali dan menceritakannya kepada Nabi Muhammad.
Di suatu waktu, terdapat banyak orang-orang munafik
bermunculan di Madinah. Nabi Muhammad yang mengetahui atas petunjuk Allah
menunjuk Hudzaifah sebagai orang kepercayannya sehingga Hudzaifah disebut
sebgai shohibus sirri.
Nabi memberitahukan nama-nama orang munafik tersebut dan
tidak ada seorang pun yang tahu selain beliau. Kemudian Rasulullah meminta Hudzaifah mengawasi mereka agar tidak
membahayakan ummat.
Umar bin Khattab yang mengetahui hal itu sangat gelisah,
jangan-jangan Umar masuk golongan orang munafik. Beliau sampai berulang kali
bertanya kepada Hudzaifah, dan akhirnya dijawab bahwa beliau tidak termasuk.
Ketika ada kaum muslimin yang meninggal, Umar selalu bertanya
kepada Hudzaifah. Apabila Hudzaifah mau menyolatkan maka Umar akan ikut
menyolatkan, Dan begitupula sebaliknya.
21. Abu Musa Al Asy’ari
Nama sahabat Nabi ini adalah Abdullah bin Qais bin Sulaim bin
Hadhdhar bin Harb Al Asy’ari Al Yamani. Abu Musa memiliki ketulusan,
kecerdasan, suara indah, dan pengetahuannya tentang ajaran islam yang melampaui
sahabat yang lainnya.
Sebelum masuk islam, ketka sedang berdagang dari negeri
Yaman, Abu Musa mendengar nama Nabi Muhammad dan menjadi tertarik. Singkat
cerita kemudian beliau bertemu Nabi dan Bersyahadat.
Kemudian Abu Musa kembali pulang ke Yaman unutk berdakawah
kepada keluarga dan kaumnya. Dakwahnya tersebut menghasilkan 50 orang yang
masuk islam. Setelah itu, semua menuju Mekkah untuk bertemu Rasulullah.
Namun ditengah perjalanan, kapal yang mereka tumpangi
terdampar ke Habasyah. Musibah ini malah mengantarkan mereka bertemu kaum
muslimin yang hijrah ke Habasyah.
Setelah itu, Abu Musa bersama rombongan menuju Madinah untuk
mbertemu Nabi. Sebelumnya Nabi mengabarkan kepada para muslimin Madinah bahwa
akan datang rombongan orang yang berhati lembut. Secara khusus ini adalah
pujian bagi para warga Yaman.
Ketka di Madinah, Abu Musa belajar di Majlis Rasulullah.
Karena kecerdasannya, Abu Musa dengan mudah menyerap ilmu-ilmu yang diberikan
oleh Nabi melebihi dari sahabat yang lebih dulu masuk islam.
Kemudian Abu Musa diutus Rasulullah bersama Ali bin Abi
Thalib dan Muadz bin Jabal untuk mengajarkan islam di Yaman.
Menurut sejarah, karena kecerdasan dan keahliannya dalam
hukum agama, beliau disebut sebagai hakim terbaik Rasulullah setelah Umar bin
Khaththab, Ali bin Abi Thalib, dan Zaid bin Tsabit.
22. Al Barra’ bin Malik
Al Barrra’ merupakan saudara dari Anas bin Malik, pelayan
Nabi Muhammad. Sahabat Nabi yang satu ini namanya terkenal karena
keberaniannya, nyalinya, dan tekadnya yang besar.
Salah satu prestasinya adalah beliau telah berhasil membunuh
kurang lebih 100 kaum musyrikin dalam duel satu lawan satu di medan perang.
Jumlah tersebut belum termasuk orang yang dihabisi di medan perang yang
lainnya.
Kisah kepahlawanannya yang harum adalah ketika Al Barra’
memerangi kaum muslimin yang murtad sepeninggal Nabi Muhammad. Setelah
rasulullah wafat banyak yang berbondong-bondong keluar islam sebagaimana dulu
berbondong-bondong masuk islam.
23. Abdullah ibnu Rawahah
Abdullah bin Rawahah Al Anshari Al Khazraji merupakan orang
yang pandai bersyair dan menulis. Beliau termasuk salah satu dari 12 orang yang
masuk islam pertama kali dari Anshar.
Sahabat nabi ini selalu mengikuti perang di zaman Raulullah,
terutama perang-perang besar seperti perang Badar, Uhud, Khandaq. Beliau juga
mengikuti perjanjian Hudaibiyah yang dijamin surga oleh Allah.
Sepanjang beliau mengikuti peperangan, akhirnya beliau wafat
ketika perang Mu’tah melawan pasukan Romawi. Beliau menjadi salah satu dari
tiga panglima yang syahid pada perang tersebut setelah Zaid bin Haritsah, dan
Ja’far bin Abu Thalib.
24. Abdullah ibnu ‘Umar
Abdullah ibnu Umar adalah saudara kandung dari Hafshah anak dari
Umar bin Khaththab. Beliau lahir 10 tahun sebelum Nabi Muhammad hijrah ke
Madinah. Ketika Nabi wafat, Abdullah bin Umar kira-kira berusia 20 tahun.
Beliau merupakan periwayat hadits terbanyak setelah Abu
Hurairah yaitu dengan 2.630 hadits. Karena Ibnu Umar sering berada dirumah
Nabi. Itulah yang menyebabkan beliau banyak meriwayatkan hadits.
Kata Aisyah Radhiyallahuanha, orang yang banyak mengikuti
jejak-jejak Nabi adalah Abdullah ibnu Umar.
25. Abdulah bin Abbas
Nama lengkap sahabat Nabi ini adalah Abdullah bin Abbas bin
Abdul Muththalib atau biasa dipanggil dengan nama Ibnu Abbas. Beliau berjumpa
dengan Rasulullah sejak usia 8 tahun hingga 12 tahun.
Ibnu abbas cilik sangat beruntung karena mendapat banyak didikan
langung dari Rasulullah.
Ibnu Abbas ini adalah cikal bakal seorang yang luar biasa.
Mulai dari keholehannya, ilmunya, kekuatannya, keahliannya, dan
kepemimpinannya. Di umur 15 tahun beliau sudah diangkat oleh Umar bin Khaththab
sebagai staf ahli khilafah.
Ketika ada permasalahan besar, Ibnu Abbas adalah tempat untuk
mendapatkan fatwa.
26. Abdullah ibnu Zubair
Beliau merupakan Anak dari Zubair bin Awwam, yang sudah
dijamin surga, dan Asma’ binti Abu Bakar. Abdullah bin Zubair merupakan anak
pertama yang lahir dari kaum muhajirin yang lahir di Madinah.
Ibnu Zubair sudah belajar islam sejak kecil dan kecerdasannya
selalu dipuji oleh Rasulullah. Selain itu beliau memiliki fisik yang perkasa.
Abdullah bin Zubair telah menganal perang sejak usia 12
tahun. Ketika itu beliau mengikuti perang bersama ayahnya pada perang Yarmuk.
Suatu ketika ketika ibnu Zubair sedang berkumpul dengan
saudara dan temannya, mereka lalu mengutarakan impiannya. Ketika itu Abdullah
bin Zubair mengutarakan bahwa ia ingin menjadi Khalifah.
Dan terbukti, berkat kecerdasan, keperkasaan, kepemimpinan,
dan lainnya, beliau kemudian menjadi khalifah Hijjaz selam kuirang lebih 9
tahun.
Pada saat kepemimpinannya, banyak pemberontak yang muncul.
Salah satu yang terbesar adalah berasal dari Syam.
Di dalam Tarikh Khulafa’ karya Imam Suyuthi, pemerintahan
Ibnu Zubair dikepung oleh musuh selama beberapa bulan sebelmu akhirnya Ibnu
Zubair dibunuh dengan cara disalib.
27. Abdullah bin Amr bin Ash
Abdullah bin Amr bin Ash dilahirkan pada tahun ke 7 kenabian.
Ketika Rasulullah wafat, beliau berumur sekitar 17 tahun.
Beliau berasal dari keluarga bangsawan terpandang. Beliau
masuk islam terlebih dahulu dibandingkan ayahnya. Disaat kebanyakan orang lain
masih buta huruf, ibnu Amr bin Ash sudah pandai baca tulis.
Abdullah bin Amr bin Ash merupakan orang yang zuhud dan gemar
beribadah. Sampai-sampai ketika setelah menikah, beliau masih tersibukkan
dengan ibadah-ibadah yang biasa dilakukan selagi masih bujang.
Kegemaran sahabat nabi yang satu ini adalah menulis apa pun
yang disampaikan oleh Nabi Muhammad. Abu Hurairah pernah berkata bahwa diantara
sahabat tidak ada yang menyamaiku dalam meghafal hadits kecuali Ibnu Amr bin
Ash.
Karena beliau selalu mencatat apa saja yang disabdakan nabi,
dan Abu Hurairah hanya mengandalkan ingatan.
28. Muadz bin Jabal
Muadz bin Jabal merupakan salah satu orang Anshar yang masuk
islam pada perjanjian Aqabah kedua.
Kelebihan Muadz yang paling menonjol adalah dalam ilmu fiqih.
Rasulullah pernah bersabda, “Umatku yang paling tahu akan yang halal dan haram
adalah Muadz bin Jabal.”
29. Jabir bin Abdillah
Jabir bin Abdillah bin Amr bin Hamran Al Anshari masuk islam
pada masa baiat Aqabah yang kedua. Beliau tercatat meriwayatkan hadits sebanyak 1.540 hadits.
Zainudin Zidane
Instrument sholawatan
( cover )
ADITYA RIZA PRADANA
BRAHUL DOT COM
ASSHIDDIQIYAH 06
SERPONG
Griya Suradita Indah
MALAM PUNCAK HUT RI
KE-73 ( GSI RT 08 )
Murottal Al Quran Ali
Abdur-Rahman al-Huthaify
aditya riza pradana
Gepeng Tea
Album Sings Legends
2016
LUCU DOT COM
Dangdut Sings Legends
Alumni lusiana 93
Favorit
11_2019
Sang Pembela Sunnah dan Hadits Nabi
Nama dan Nasab
Beliau bernama Muhammad dengan kunyah Abu Abdillah. Nasab
beliau secara lengkap adalah Muhammad bin Idris bin al-‘Abbas bin ‘Utsman bin
Syafi’ bin as-Saib bin ‘Ubayd bin ‘Abdu Zayd bin Hasyim bin al-Muththalib bin
‘Abdu Manaf bin Qushay. Nasab beliau bertemu dengan nasab Rasulullah pada diri
‘Abdu Manaf bin Qushay. Dengan begitu, beliau masih termasuk sanak kandung
Rasulullah karena masih terhitung keturunan paman-jauh beliau, yaitu Hasyim bin
al-Muththalib.
Bapak beliau, Idris, berasal dari daerah Tibalah (Sebuah
daerah di wilayah Tihamah di jalan menuju ke Yaman). Dia seorang yang tidak
berpunya. Awalnya dia tinggal di Madinah lalu berpindah dan menetap di ‘Asqalan
(Kota tepi pantai di wilayah Palestina) dan akhirnya meninggal dalam keadaan
masih muda di sana. Syafi’, kakek dari kakek beliau, -yang namanya menjadi
sumber penisbatan beliau (Syafi’i)- menurut sebagian ulama adalah seorang
sahabat shigar (yunior) Nabi. As-Saib, bapak Syafi’, sendiri termasuk sahabat
kibar (senior) yang memiliki kemiripan fisik dengan Rasulullah
shollallahu’alaihiwasallam. Dia termasuk dalam barisan tokoh musyrikin Quraysy
dalam Perang Badar. Ketika itu dia tertawan lalu menebus sendiri dirinya dan
menyatakan masuk Islam.
Para ahli sejarah dan ulama nasab serta ahli hadits
bersepakat bahwa Imam Syafi’i berasal dari keturunan Arab murni. Imam Bukhari
dan Imam Muslim telah memberi kesaksian mereka akan kevalidan nasabnya tersebut
dan ketersambungannya dengan nasab Nabi, kemudian mereka membantah
pendapat-pendapat sekelompok orang dari kalangan Malikiyah dan Hanafiyah yang
menyatakan bahwa Imam Syafi’i bukanlah asli keturunan Quraysy secara nasab,
tetapi hanya keturunan secara wala’ saja. Adapun ibu beliau, terdapat perbedaan
pendapat tentang jati dirinya. Beberapa pendapat mengatakan dia masih keturunan
al-Hasan bin ‘Ali bin Abu Thalib, sedangkan yang lain menyebutkan seorang
wanita dari kabilah Azadiyah yang memiliki kunyahUmmu Habibah. Imam an-Nawawi
menegaskan bahwa ibu Imam Syafi’i adalah seorang wanita yang tekun beribadah
dan memiliki kecerdasan yang tinggi. Dia seorang yang faqih dalam urusan agama
dan memiliki kemampuan melakukan istinbath.
Waktu dan Tempat Kelahirannya
Beliau dilahirkan pada tahun 150. Pada tahun itu pula, Abu
Hanifah wafat sehingga dikomentari oleh al-Hakim sebagai isyarat bahwa beliau
adalah pengganti Abu Hanifah dalam bidang yang ditekuninya.
Tentang tempat kelahirannya, banyak riwayat yang menyebutkan
beberapa tempat yang berbeda. Akan tetapi, yang termasyhur dan disepakati oleh
ahli sejarah adalah kota Ghazzah (Sebuah kota yang terletak di perbatasan
wilayah Syam ke arah Mesir. Tepatnya di sebelah Selatan Palestina. Jaraknya
dengan kota Asqalan sekitar dua farsakh). Tempat lain yang disebut-sebut adalah
kota Asqalan dan Yaman.
Ibnu Hajar memberikan penjelasan bahwa riwayat-riwayat
tersebut dapat digabungkan dengan dikatakan bahwa beliau dilahirkan di sebuah
tempat bernama Ghazzah di wilayah Asqalan. Ketika berumur dua tahun, beliau
dibawa ibunya ke negeri Hijaz dan berbaur dengan penduduk negeri itu yang
keturunan Yaman karena sang ibu berasal dari kabilah Azdiyah (dari Yaman). Lalu
ketika berumur 10 tahun, beliau dibawa ke Mekkah, karena sang ibu khawatir
nasabnya yang mulia lenyap dan terlupakan.
Pertumbuhannya dan Pengembaraannya Mencari Ilmu
Di Mekkah, Imam Syafi ‘i dan ibunya tinggal di dekat Syi’bu
al-Khaif. Di sana, sang ibu mengirimnya belajar kepada seorang guru. Sebenarnya
ibunya tidak mampu untuk membiayainya, tetapi sang guru ternyata rela tidak
dibayar setelah melihat kecerdasan dan kecepatannya dalam menghafal. Imam
Syafi’i bercerita, “Di al-Kuttab (sekolah tempat menghafal Alquran), saya
melihat guru yang mengajar di situ membacakan murid-muridnya ayat Alquran, maka
aku ikut menghafalnya. Sampai ketika saya menghafal semua yang dia diktekan,
dia berkata kepadaku, ‘Tidak halal bagiku mengambil upah sedikitpun darimu.’”
Dan ternyata kemudian dengan segera guru itu mengangkatnya sebagai penggantinya
(mengawasi murid-murid lain) jika dia tidak ada. Demikianlah, belum lagi
menginjak usia baligh, beliau telah berubah menjadi seorang guru.
Setelah rampung menghafal Alquran di al-Kuttab, beliau
kemudian beralih ke Masjidil Haram untuk menghadiri majelis-majelis ilmu di
sana. Sekalipun hidup dalam kemiskinan, beliau tidak berputus asa dalam menimba
ilmu. Beliau mengumpulkan pecahan tembikar, potongan kulit, pelepah kurma, dan
tulang unta untuk dipakai menulis. Sampai-sampai tempayan-tempayan milik ibunya
penuh dengan tulang-tulang, pecahan tembikar, dan pelepah kurma yang telah
bertuliskan hadits-hadits Nabi. Dan itu terjadi pada saat beliau belum lagi
berusia baligh. Sampai dikatakan bahwa beliau telah menghafal Alquran pada saat
berusia 7 tahun, lalu membaca dan menghafal kitab Al-Muwaththa’ karya Imam
Malik pada usia 12 tahun sebelum beliau berjumpa langsung dengan Imam Malik di
Madinah.
Beliau juga tertarik mempelajari ilmu bahasa Arab dan
syair-syairnya. Beliau memutuskan untuk tinggal di daerah pedalaman bersama
suku Hudzail yang telah terkenal kefasihan dan kemurnian bahasanya, serta
syair-syair mereka. Hasilnya, sekembalinya dari sana beliau telah berhasil
menguasai kefasihan mereka dan menghafal seluruh syair mereka, serta mengetahui
nasab orang-orang Arab, suatu hal yang kemudian banyak dipuji oleh ahli-ahli
bahasa Arab yang pernah berjumpa dengannya dan yang hidup sesudahnya. Namun,
takdir Allah telah menentukan jalan lain baginya. Setelah mendapatkan nasehat
dari dua orang ulama, yaitu Muslim bin Khalid az-Zanji -mufti kota Mekkah-, dan
al-Husain bin ‘Ali bin Yazid agar mendalami ilmu fiqih, maka beliau pun
tersentuh untuk mendalaminya dan mulailah beliau melakukan pengembaraannya
mencari ilmu.
Beliau mengawalinya dengan menimbanya dari ulama-ulama
kotanya, Mekkah, seperti Muslim bin Khalid, Dawud bin Abdurrahman al-‘Athar,
Muhammad bin Ali bin Syafi’ -yang masih terhitung paman jauhnya-, Sufyan bin
‘Uyainah -ahli hadits Mekkah-, Abdurrahman bin Abu Bakar al-Maliki, Sa’id bin
Salim, Fudhail bin ‘Iyadh, dan lain-lain. Di Mekkah ini, beliau mempelajari
ilmu fiqih, hadits, lughoh, dan Muwaththa’ Imam Malik. Di samping itu beliau
juga mempelajari keterampilan memanah dan menunggang kuda sampai menjadi mahir
sebagai realisasi pemahamannya terhadap ayat 60 surat Al-Anfal. Bahkan
dikatakan bahwa dari 10 panah yang dilepasnya, 9 di antaranya pasti mengena
sasaran.
Setelah mendapat izin dari para syaikh-nya untuk berfatwa,
timbul keinginannya untuk mengembara ke Madinah, Dar as-Sunnah, untuk mengambil
ilmu dari para ulamanya. Terlebih lagi di sana ada Imam Malik bin Anas,
penyusun al-Muwaththa’. Maka berangkatlah beliau ke sana menemui sang Imam. Di hadapan
Imam Malik, beliau membaca al-Muwaththa’ yang telah dihafalnya di Mekkah, dan
hafalannya itu membuat Imam Malik kagum kepadanya. Beliau menjalani mulazamah
kepada Imam Malik demi mengambil ilmu darinya sampai sang Imam wafat pada tahun
179. Di samping Imam Malik, beliau juga mengambil ilmu dari ulama Madinah
lainnya seperti Ibrahim bin Abu Yahya, ‘Abdul ‘Aziz ad-Darawardi, Athaf bin
Khalid, Isma’il bin Ja’far, Ibrahim bin Sa’d dan masih banyak lagi.
Setelah kembali ke Mekkah, beliau kemudian melanjutkan
mencari ilmu ke Yaman. Di sana beliau mengambil ilmu dari Mutharrif bin Mazin
dan Hisyam bin Yusuf al-Qadhi, serta yang lain. Namun, berawal dari Yaman
inilah beliau mendapat cobaan -satu hal yang selalu dihadapi oleh para ulama,
sebelum maupun sesudah beliau-. Di Yaman, nama beliau menjadi tenar karena
sejumlah kegiatan dan kegigihannya menegakkan keadilan, dan ketenarannya itu
sampai juga ke telinga penduduk Mekkah. Lalu, orang-orang yang tidak senang
kepadanya akibat kegiatannya tadi mengadukannya kepada Khalifah Harun
ar-Rasyid, Mereka menuduhnya hendak mengobarkan pemberontakan bersama
orang-orang dari kalangan Alawiyah.
Sebagaimana dalam sejarah, Imam Syafi’i hidup pada masa-masa
awal pemerintahan Bani ‘Abbasiyah yang berhasil merebut kekuasaan dari Bani
Umayyah. Pada masa itu, setiap khalifah dari Bani ‘Abbasiyah hampir selalu
menghadapi pemberontakan orang-orang dari kalangan ‘Alawiyah. Kenyataan ini
membuat mereka bersikap sangat kejam dalam memadamkan pemberontakan orang-orang
‘Alawiyah yang sebenarnya masih saudara mereka sebagai sesama Bani Hasyim. Dan
hal itu menggoreskan rasa sedih yang mendalam pada kaum muslimin secara umum
dan pada diri Imam Syafi’i secara khusus. Dia melihat orang-orang dari Ahlu
Bait Nabi menghadapi musibah yang mengenaskan dari penguasa. Maka berbeda
dengan sikap ahli fiqih selainnya, beliau pun menampakkan secara
terang-terangan rasa cintanya kepada mereka tanpa rasa takut sedikitpun, suatu
sikap yang saat itu akan membuat pemiliknya merasakan kehidupan yang sangat
sulit.
Sikapnya itu membuatnya dituduh sebagai orang yang bersikap
tasyayyu’, padahal sikapnya sama sekali berbeda dengan tasysyu’ model
orang-orang syi’ah. Bahkan Imam Syafi’i menolak keras sikap tasysyu’ model
mereka itu yang meyakini ketidakabsahan keimaman Abu Bakar, Umar, serta ‘Utsman
, dan hanya meyakini keimaman Ali, serta meyakini kemaksuman para imam mereka.
Sedangkan kecintaan beliau kepada Ahlu Bait adalah kecintaan yang didasari oleh
perintah-perintah yang terdapat dalam Al-Quran maupun hadits-hadits shahih. Dan
kecintaan beliau itu ternyata tidaklah lantas membuatnya dianggap oleh
orang-orang syiah sebagai ahli fiqih madzhab mereka.
Tuduhan dusta yang diarahkan kepadanya bahwa dia hendak
mengobarkan pemberontakan, membuatnya ditangkap, lalu digelandang ke Baghdad
dalam keadaan dibelenggu dengan rantai bersama sejumlah orang-orang ‘Alawiyah.
Beliau bersama orang-orang ‘Alawiyah itu dihadapkan ke hadapan Khalifah Harun
ar-Rasyid. Khalifah menyuruh bawahannya menyiapkan pedang dan hamparan kulit.
Setelah memeriksa mereka seorang demi seorang, ia menyuruh pegawainya memenggal
kepala mereka. Ketika sampai pada gilirannya, Imam Syafi’i berusaha memberikan
penjelasan kepada Khalifah. Dengan kecerdasan dan ketenangannya serta pembelaan
dari Muhammad bin al-Hasan -ahli fiqih Irak-, beliau berhasil meyakinkan
Khalifah tentang ketidakbenaran apa yang dituduhkan kepadanya. Akhirnya beliau
meninggalkan majelis Harun ar-Rasyid dalam keadaan bersih dari tuduhan
bersekongkol dengan ‘Alawiyah dan mendapatkan kesempatan untuk tinggal di
Baghdad.
Di Baghdad, beliau kembali pada kegiatan asalnya, mencari
ilmu. Beliau meneliti dan mendalami madzhab Ahlu Ra’yu. Untuk itu beliau
berguru dengan mulazamah kepada Muhammad bin al-Hassan. Selain itu, kepada Isma
‘il bin ‘Ulayyah dan Abdul Wahhab ats-Tsaqafiy dan lain-lain. Setelah meraih
ilmu dari para ulama Irak itu, beliau kembali ke Mekkah pada saat namanya mulai
dikenal. Maka mulailah ia mengajar di tempat dahulu ia belajar. Ketika musim
haji tiba, ribuan jamaah haji berdatangan ke Mekkah. Mereka yang telah
mendengar nama beliau dan ilmunya yang mengagumkan, bersemangat mengikuti
pengajarannya sampai akhirnya nama beliau makin dikenal luas. Salah satu di
antara mereka adalah Imam Ahmad bin Hanbal.
Ketika kamasyhurannya sampai ke kota Baghdad, Imam
Abdurrahman bin Mahdi mengirim surat kepada Imam Syafi’i memintanya untuk
menulis sebuah kitab yang berisi khabar-khabar yang maqbul, penjelasan tentang
nasikh dan mansukh dari ayat-ayat Alquran dan lain-lain. Maka beliau pun
menulis kitabnya yang terkenal, Ar-Risalah.
Setelah lebih dari 9 tahun mengajar di Mekkah, beliau kembali
melakukan perjalanan ke Irak untuk kedua kalinya dalam rangka menolong madzhab
Ash-habul Hadits di sana. Beliau mendapat sambutan meriah di Baghdad karena
para ulama besar di sana telah menyebut-nyebut namanya. Dengan kedatangannya,
kelompok Ash-habul Hadits merasa mendapat angin segar karena sebelumnya mereka
merasa didominasi oleh Ahlu Ra’yi. Sampai-sampai dikatakan bahwa ketika beliau
datang ke Baghdad, di Masjid Jami ‘ al-Gharbi terdapat sekitar 20 halaqah Ahlu
Ra ‘yu. Tetapi ketika hari Jumat tiba, yang tersisa hanya 2 atau 3 halaqah
saja.
Beliau menetap di Irak selama dua tahun, kemudian pada tahun
197 beliau balik ke Mekkah. Di sana beliau mulai menyebar madzhabnya sendiri.
Maka datanglah para penuntut ilmu kepadanya meneguk dari lautan ilmunya. Tetapi
beliau hanya berada setahun di Mekkah.
Tahun 198, beliau berangkat lagi ke Irak. Namun, beliau hanya
beberapa bulan saja di sana karena telah terjadi perubahan politik. Khalifah
al-Makmun telah dikuasai oleh para ulama ahli kalam, dan terjebak dalam
pembahasan-pembahasan tentang ilmu kalam. Sementara Imam Syafi’i adalah orang
yang paham betul tentang ilmu kalam. Beliau tahu bagaimana pertentangan ilmu
ini dengan manhaj as-salaf ash-shaleh -yang selama ini dipegangnya- di dalam
memahami masalah-masalah syariat. Hal itu karena orang-orang ahli kalam
menjadikan akal sebagai patokan utama dalam menghadapi setiap masalah,
menjadikannya rujukan dalam memahami syariat padahal mereka tahu bahwa akal
juga memiliki keterbatasan-keterbatasan. Beliau tahu betul kebencian meraka
kepada ulama ahlu hadits. Karena itulah beliau menolak madzhab mereka.
Dan begitulah kenyataannya. Provokasi mereka membuat Khalifah
mendatangkan banyak musibah kepada para ulama ahlu hadits. Salah satunya adalah
yang dikenal sebagai Yaumul Mihnah, ketika dia mengumpulkan para ulama untuk
menguji dan memaksa mereka menerima paham Alquran itu makhluk. Akibatnya,
banyak ulama yang masuk penjara, bila tidak dibunuh. Salah satu di antaranya
adalah Imam Ahmad bin Hanbal. Karena perubahan itulah, Imam Syafi’i kemudian
memutuskan pergi ke Mesir. Sebenarnya hati kecilnya menolak pergi ke sana,
tetapi akhirnya ia menyerahkan dirinya kepada kehendak Allah. Di Mesir, beliau
mendapat sambutan masyarakatnya. Di sana beliau berdakwah, menebar ilmunya, dan
menulis sejumlah kitab, termasuk merevisi kitabnya ar-Risalah, sampai akhirnya
beliau menemui akhir kehidupannya di sana.
Keteguhannya Membela Sunnah
Sebagai seorang yang mengikuti manhaj Ash-habul Hadits,
beliau dalam menetapkan suatu masalah terutama masalah aqidah selalu menjadikan
Alquran dan Sunnah Nabi sebagai landasan dan sumber hukumnya. Beliau selalu
menyebutkan dalil-dalil dari keduanya dan menjadikannya hujjah dalam menghadapi
penentangnya, terutama dari kalangan ahli kalam. Beliau berkata, “Jika kalian
telah mendapatkan Sunnah Nabi, maka ikutilah dan janganlah kalian berpaling
mengambil pendapat yang lain.” Karena komitmennya mengikuti sunnah dan
membelanya itu, beliau mendapat gelar Nashir as-Sunnah wa al-Hadits.
Terdapat banyak atsar tentang ketidaksukaan beliau kepada
Ahli Ilmu Kalam, mengingat perbedaan manhaj beliau dengan mereka. Beliau
berkata, “Setiap orang yang berbicara (mutakallim) dengan bersumber dari
Alquran dan sunnah, maka ucapannya adalah benar, tetapi jika dari selain
keduanya, maka ucapannya hanyalah igauan belaka.” Imam Ahmad berkata, “Bagi
Syafi’i jika telah yakin dengan keshahihan sebuah hadits, maka dia akan menyampaikannya.
Dan prilaku yang terbaik adalah dia tidak tertarik sama sekali dengan ilmu
kalam, dan lebih tertarik kepada fiqih.” Imam Syafi ‘i berkata, “Tidak ada yang
lebih aku benci daripada ilmu kalam dan ahlinya.” Al-Mazani berkata, “Merupakan
madzhab Imam Syafi’i membenci kesibukan dalam ilmu kalam. Beliau melarang kami
sibuk dalam ilmu kalam.” Ketidaksukaan beliau sampai pada tingkat memberi fatwa
bahwa hukum bagi ahli ilmu kalam adalah dipukul dengan pelepah kurma, lalu
dinaikkan ke atas punggung unta dan digiring berkeliling di antara
kabilah-kabilah dengan mengumumkan bahwa itu adalah hukuman bagi orang yang
meninggalkan Alquran dan Sunnah dan memilih ilmu kalam.
Wafatnya
Karena kesibukannya berdakwah dan menebar ilmu, beliau
menderita penyakit bawasir yang selalu mengeluarkan darah. Makin lama
penyakitnya itu bertambah parah hingga akhirnya beliau wafat karenanya. Beliau
wafat pada malam Jumat setelah shalat Isya’ hari terakhir bulan Rajab permulaan
tahun 204 dalam usia 54 tahun. Semoga Allah memberikan kepadanya rahmat-Nya
yang luas.
Ar-Rabi menyampaikan bahwa dia bermimpi melihat Imam Syafi’i,
sesudah wafatnya. Dia berkata kepada beliau, “Apa yang telah diperbuat Allah
kepadamu, wahai Abu Abdillah?” Beliau menjawab, “Allah mendudukkan aku di atas sebuah
kursi emas dan menaburkan pada diriku mutiara-mutiara yang halus.”
Karangan-Karangannya
Sekalipun beliau hanya hidup selama setengah abad dan
kesibukannya melakukan perjalanan jauh untuk mencari ilmu, hal itu tidaklah
menghalanginya untuk menulis banyak kitab. Jumlahnya menurut Ibnu Zulaq
mencapai 200 bagian, sedangkan menurut al-Marwaziy mencapai 113 kitab tentang
tafsir, fiqih, adab dan lain-lain. Yaqut al-Hamawi mengatakan jumlahnya
mencapai 174 kitab yang judul-judulnya disebutkan oleh Ibnu an-Nadim dalam
al-Fahrasat. Yang paling terkenal di antara kitab-kitabnya adalah al-Umm, yang
terdiri dari 4 jilid berisi 128 masalah, dan ar-Risalah al-Jadidah (yang telah
direvisinya) mengenai Alquran dan As-Sunnah serta kedudukannya dalam syariat.
Sumber:
1.
Al-Umm, bagian muqoddimah hal. 3-33
2.
Siyar A’lam an-Nubala’
3.
Manhaj Aqidah Imam asy-Syafi’, terjemah kitab
Manhaj al-Imam Asy-Syafi ‘i fi Itsbat al-‘Aqidah karya DR. Muhammad AW al-Aql
terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi ‘i, Cirebon
***
Sumber:
Majalah Fatawa
Penyusun:
Ustadz Arif Syarifuddin
Dipublikasikan
kembali oleh www.muslim.or.id
Instrument
sholawatan ( cover )
ADITYA RIZA PRADANA
Murottal Al Quran Ali Abdur-Rahman al-Huthaify
11_2019
Langganan:
Postingan (Atom)